Jika proyek ini tetap digarap tanpa memperhatikan budaya dan tradisi masyarakat sekitar, Purnawan menyebut erosi kultural dan ekologi dapat terjadi.
"Hancurnya nilai kearifan lokal mengakibatkan hancur dan rusaknya ekologi," ucapnya.
Apalagi, bagi orang Tengger semua bentang alam dan isinya adalah mahluk yang harus dihormati, sebagaimana dalam pesan para leluhur mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Tengger, khusunya Ngadas, orang Tengger mau tebang pohon dia akan pamit dan bilang 'amit ya sira tak jaluk uripe', pohon tak langsung ditebang, tapi dikuliti dulu, baru ditebang, dengan maksud agar 'yang hidup' berpindah tempat," kata dia.
Kini, di sekitar lahan proyek pembangunan wisata buatan itu, banyak pohon berdiameter besar yang telah hidup bertahan-tahun lamanya ditebangi membabi-buta.
"Kami menemukan banyak pohon yang telah ditebangi, diameter ya cukup besar. Sedangkan orang Tengger sendiri sangat menghormati alamnya," ucap dia.
Walhi menilai pemerintah hanya memikirkan kepentingan pemodal dan perusahaan untuk mengembangkan pariwisata yang komersil dan eksploitatif terhadap ekosistem alam.
"Di Undang-Undang Konservasi 5/1990 hanya memberikan kesempatan berusaha di kawasan konservasi pada badan usaha dan perorangan, tidak memberikan kesempatan pada MHA (masyarakat hukum adat)," ucapnya.
"Sementara kawasan konservasi Tengger adalah kawasan HVC (high conservation value) karena ada masyarakat dan nilai-nilai budayanya yang menyatu, kawasan itu tidak kosong," cetus dia.
Ia juga mengkritik kebiasaan pemerintah dan investor yang masif mengembangkan tempat pariwisata, di taman nasional, yang hanya meningkatkan nilai pendapatan ekonomi, tanpa memberikan nilai-nilai edukasi.
"Bangunlah wisata yang meningkatkan kesadaran konservasi, misalnya laboratorium anggrek Tengger, bangun jembatan kanopi dari pohon ke pohon untuk mengenal kawasan hutan, atau tempat pendidikan lingkungan, itu lebih baik dari pada sekedar wisata yang mendatangkan orang dan selfie," ucapnya.
Saat dikonfirmasi oleh CNNIndonesia.com, Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nunu Anugrah mengaku tengah mencari kepastian soal proyek itu.
"Sedang dicari info dulu ya."
Sementara, Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem KLHK Wiratno belum merespons pesan singkat dari wartawan.
CNNIndonesia.com juga menghubungi nomor TN Bromo Tengger Semeru di nomor yang tertera dalam kop surat yang ada di situs resmi mereka. Namun nomor tersebut tidak bisa dihubungi.
(frd/mln/arh)