Aktivis perempuan Devi Asmarini menilai bentuk kekerasan seksual berupa perkosaan dan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) menjadi samar dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Devi menerangkan RUU PKS sebenarnnya sudah merinci terminologi dua bentuk kekerasan seksual tersebut. RUU PKS juga sudah merinci soal penindakan pidana dalam dua bentuk kasus kekerasan seksual tersebut. Namun hal itu tidak ada dalam RUU TPKS.
"Definisi perkosaan itu saja sudah diubah dan dibuat jadi lebih disamarkan atau dibuat tidak tegas, KBGO tidak diakomodir padahal kasus kekerasan seksual di media sosial terus terjadi selama masa pandemi Covid-19," kata Devi saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menilai nasib RUU PKS belum jelas dan masih bisa terpental meski sudah masuk Prolegnas 2021. Ia merujuk dari perubahan usulan draf baru RUU PKS oleh Baleg DPR menjadi RUU TPKS. Perubahan judul dan substansi RUU tersebut menunjukkan masih ada pertentangan untuk mengesahkan RUU PKS.
Devi juga mengkritisi soal kompromi di DPR untuk mengubah RUU PKS yang merinci bentuk kekerasan seksual hingga upaya pemulihan korban, menjadi RUU TPKS yang hanya fokus pada penindakan pelaku.
"Draf awal RUU PKS itu selama bertahun-tahun selalu terpental terus. Pada akhirnya ketika masuk Baleg memang terjadi kompromi yang hasilnya ada perubahan paling mendasar dari judul hingga pasal," kata Devi.
"Menurut saya ini mengkhawatirkan, meski masih dibahas di Baleg tapi masih ada konflik pertentangan di dalam, sehingga masih rentan RUU ini terpental kembali dan tidak disahkan," lanjut dia.
Sebelumnya, draf RUU TPKS menuai kritik karena menghapus banyak pasal krusial dalam upaya penghapusan kekerasan seksual. Perubahan nama dari RUU PKS menjadi RUU TPKS juga disorot karena dinilai menghilangkan makna filosofis penghapusan kekerasan seksual.
Naskah terbaru hanya menetapkan bentuk kekerasan seksual menjadi empat jenis yaitu sebagai pelecehan seksual, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) masih berstatus draf awal, pihaknya juga masih menerima berbagai kritik masukan dari berbagai kalangan.