Selain itu, Sam menyebut rakyat Papua membutuhkan rasa aman. Sementara, pemerintah terus melakukan pendekatan militer di Papua.
"UU Otsus ditetapkan 15 Juli, Presiden tanda tangan 19 Juli, tapi kekerasan semakin meningkat. Artinya, UU Otsus sebagai resolusi konflik tidak menjawab, ada yang salah dari kebijakan UU ini," tuturnya.
Di pihak lain, Ketua Pansus Otonomi Khusus Papua DPR Komarudin Watubun membantah kebijakan pemekaran itu berbau politis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota Dewan dari Daerah Pemilihan Papua itu mengatakan aspirasi pemekaran sudah ada sejak 20 tahun lalu. Usulan itu baru bisa dikabulkan usai revisi aturan pemekaran lewat UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua.
Terlebih, katanya, Papua terlalu besar untuk dipimpin oleh satu pemerintahan daerah.
"Kalau semua dipusatkan di Jayapura, sementara kapasitas pemimpin tidak memadai mengurus Papua sebesar itu juga jadi masalah," ucap Komarudin saat dihubungi CNNIndonesia.com, Selasa (14/9).
"Bukan Lukas saja, siapapun memimpin kalau enggak punya kapasitas urus Papua sebesar itu kan susah," imbuh dia.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Juru Bicara Gubernur Papua Muhammad Rifai Darus soal pemekaran. Akan tetapi, Rifai menyebut Lukas Enembe belum ingin berkomentar tentang rencana pemerintah pusat itu.
Pewarta juga meminta respons Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan soal dugaan pemekaran Papua Selatan politis. Namun, Benni belum membalas sejumlah pertanyaan yang diajukan.
Meski menerapkan moratorium pemekaran wilayah sejak 2014, Kemendagri tetap menampung usulan pemekaran wilayah. Hingga Desember 2020, ada 314 usulan pemekaran yang diterima pemerintah.
Pada 2019, Presiden Jokowi mengatakan moratorium pemekaran wilayah otonomi baru masih diterapkan.
Pemekaran daerah otonomi baru diatur lewat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda. Khusus Bumi Cendrawasih, pemekaran wilayah di Papua diatur khusus dalam UU Nomor 2 Tahun 2021.
"Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tanpa dilakukan melalui tahapan daerah persiapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah," bunyi pasal 76 UU Otsus Papua.
(dhf/arh)