ANALISIS

Hak Angket DPR, Kuncian Terakhir di Jalan Buntu Polemik KPK

CNN Indonesia
Selasa, 21 Sep 2021 15:47 WIB
DPR bisa mengajukan hak angket dan meminta Presiden Jokowi menyelamatkan pegawai KPK dari pemecatan. Namun, para pakar pesimis DPR peduli dengan itu. Pakar hukum dan politik pesimis DPR peduli dengan pemberhentian 57 pegawai KPK
Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Joko Widodo masih belum bersikap terkait pemberhentian 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran dinyatakan tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Padahal sebelumnya, Jokowi tak mau TWK jadi dasar pemecatan.

Terlebih, Komnas HAM dan Ombudsman pun menemukan kejanggalan dari proses TWK yang dilaksanakan KPK. Namun, Jokowi tetap belum mau bersikap meski pemberhentian tinggal menghitung hari, yakni pada 30 September mendatang.

"Jangan semua-semuanya itu diserahkan kepada presiden."

Hanya itu yang disampaikan Jokowi ketika ditanyakan apa sikap yang akan diambil untuk merespons polemik pemberhentian Novel Baswedan Cs dari KPK. Jokowi mengatakan itu pada Rabu lalu (15/9).

Hak Angket DPR

Upaya menyelamatkan pegawai KPK dari pemberhentian bisa dilakukan oleh DPR, yakni lewat pengajuan hak angket. Itu pun jika para wakil rakyat menghendaki.

Hak angket diatur dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Berikut bunyi Pasal 79 ayat 3 dalam UU tersebut.

"Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undang".

Pengajar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan bahwa DPR memiliki wewenang untuk menggulirkan hak angket kepada KPK dalam pelaksanaan TWK.

Bisa dilakukan karena KPK kini telah masuk rumpun eksekutif sesuai amanat UU Nomor 19 Tahun 2019.

"Bahwa bisa kah dilakukan angket, sekarang bisa, karena KPK sudah menjadi eksekutif, di bawah, dan sepanjang bukan penanganan perkara kalau kata MK. Ini kan bukan penanganan perkara. Jadi sangat mungkin bisa," kata Zainal Arifin Mochtar kepada CNNIndonesia.com, Selasa (21/9).

Dalam hak angket, DPR nantinya bisa membentuk pansus guna menyelidiki dugaan pelanggaran UU dalam pelaksanaan TWK. Hasil penyelidikan tersebut bisa berbentuk rekomendasi DPR kepada eksekutif, yakni Presiden Jokowi.

"Angket itu isinya rekomendasi perbaikan. Apa yang harus dilakukan kepada presiden," kata orang yang akrab disapa Uceng tersebut.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar bersama Bernard Arif Sidharta memberikan kesaksian saat sidang praperadilan status tersangka Komjen Budi Gunawan (BG) di PN Jakarta Selatan, Jakarta, (13/02).Sidang beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli yang ‎dihadirkan oleh kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar bersama Bernard Arif Sidharta.Foto: Adhi Wicaksono
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan hak angket DPR bisa dilakukan untuk menanggapi polemik pemecatan 57 pegawai KPK.

Peluang

Meski mengamini bahwa hak angket bisa dilakukan di DPR, Uceng mengaku pesimis. Apabila ada fraksi yang mengajukan, belum tentu disetujui oleh fraksi-fraksi yang lain.

Terlebih, partai pendukung pemerintah cenderung lebih banyak ketimbang yang berada di luar pemerintah.

Selain itu, semua fraksi DPR juga menyetujui revisi UU KPK pada 2019 lalu. Pelaksanaan TWK yang membuat 57 pegawai dipecat, kata dia, adalah dari amanat UU tersebut.

"Tidak satupun partai yang menolak. Mau oposisi, koalisi, semuanya setuju, dengan perubahan UU KPK. Padahal, TWK ini menurut saya hanya implikasi dari UU KPK itu," kata Uceng.

Hal serupa juga disampaikan pemerhati politik dari Lembaga Survei KedaiKOPI, Kunto Adi Wibowo. Dia mengaku pesimis dengan peluang hak angket TWK KPK bisa disetujui DPR. Dari total sembilan fraksi DPR, hanya Demokrat dan PKS yang merupakan oposisi.

Pesimis DPR Peduli KPK

BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :
1 2
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER