Jakarta, CNN Indonesia --
Penyerangan terhadap ustaz dan tokoh agama kembali marak terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Aksi kriminalitas ini bahkan sampai menewaskan korban.
Peristiwa terbaru menimpa ustaz Abu Syahid Chaniago. Ia diserang oleh orang tak dikenal saat tengah memberikan ceramah di Masjid Baitussyakur, Batam, Kepulauan Riau, Senin (20/9) lalu.
Pelaku berinisial H (26) berhasil ditangkap dan langsung dibawa ke Polresta Barelang untuk diproses. Namun belum ada penjelasan lebih lanjut dari polisi mengenai motif penyerangan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, di Kota Tangerang, tokoh agama berinisial A atau kerap disapa ustaz Alex ditembak orang tak dikenal dan meninggal dunia. Kasus ini masih terus diselidiki oleh polisi. Mulai dari memeriksa saksi, rekaman CCTV di lokasi, hingga mengecek proyektil yang ditemukan.
Terakhir, seorang ustaz menjadi korban aksi begal di Kecamatan Mustika Jaya, Kota Bekasi, pada Senin (20/9) malam. Korban pun mengalami luka bacok dalam peristiwa ini.
Kejahatan dan kekerasan pada dasarnya bisa terjadi di mana pun, oleh siapa saja dan korban siapa saja. Namun penyerangan terhadap ustaz dan tokoh agama ini telah menjadi seperti pola. Ada masa ketika kasus-kasus ini bermunculan dalam kurun waktu tertentu. Seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Kejahatan dengan kekerasan sendiri terbaru dua, yakni accidental crime atau terjadi secara tiba-tiba di jalanan yang mengakibatkan korban, namun tanpa ada tujuan mencelakai korban. Lalu, yang kedua adalah non-accidental, yaitu kejahatan dengan motif kesengajaan untuk mencederai korban.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto menyebut untuk konteks penyerangan terhadap para tokoh agama mesti dipilah dan dicermati. Kasus ini, kata dia, tak bisa dikategorikan kejahatan accidental atau tiba-tiba terjadi begitu saja.
"Karena pelaku tentu sudah merencanakan, dan membuat target korban," kata Bambang saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (22/9).
Dalam beberapa kasus, polisi lantas menyatakan bahwa pelaku penyerangan terhadap tokoh agama disebut memiliki gangguan kejiwaan.
Bambang tak menutup kemungkinan kesimpulan polisi. Namun, dia menyatakan tetap terbuka asumsi-asumsi lain dari masyarakat maupun kriminolog.
Sementara itu ahli kriminologi Universitas Indonesia Josias Simon Runturambi menyebut bahwa ada tidaknya hubungan satu kasus penyerangan di satu tempat dan tempat lain, mesti dibuktikan dengan penyelidikan dan penyidikan polisi.
"Harus ada penjelasan dari Polri apakah memang ada keterkaitan atau hanya kasuistik," ucap Josias.
Asumsi dan kecurigaan lain dari masyarakat terkait penyerangan tokoh agama, tak bisa disalahkan begitu saja. Baca di halaman selanjutnya...
Josias tak menampik banyak isu atau asumsi terkait aksi penyerangan terhadap para tokoh agama ini. Namun, karena aksi penyerangan ini adalah sebuah kejahatan atau tindak pidana, maka kepolisian lah yang memang harus membuktikan atau menjelaskannya lewat penyelidikan dan penyidikan.
"Kita kembalikan kepada penyelidikan dan penyidikan pihak Polri terkait kasus itu. Harusnya memang paparan atau disampaikan ke publik kasus-kasus itu seperti apa," tuturnya.
Di sisi lain, Bambang menyatakan berkembangnya asumsi atau dugaan lain terkait penyerangan ustaz ini, tak bisa disalahkan begitu saja. Menurut Bambang, asumsi lain yang beredar, salah satunya disebabkan belum ada penyelesaian kasus yang menyeluruh dan transparan.
"Asumsi masyarakat dengan logika kriminologi tadi tentunya juga tak bisa disalahkan begitu saja. Apalagi, kasus semacam ini sudah berulang kali," tutur Bambang.
Untuk menuntaskan kasus penyerangan para tokoh agama ini, Bambang menyarankan kepolisian membuat langkah terobosan, misalnya, dengan membuat suatu satgas.
Lewat satgas ini, lanjutnya, diharapkan kepolisian tak hanya mengungkap para pelaku. Tetapi, juga bisa mengungkap motif di balik aksi penyerangan tersebut.
Apakah itu motif kebencian terhadap agama tertentu atau murni sebagai sebuah aksi kejahatan semata.
"Itu yang harus diungkap secara tuntas dan transparan," ucap Bambang.
Bambang juga menuturkan bahwa keberadaan satgas ini juga bisa menepis isu-isu liar yang berkembang di masyarakat atas aksi penyerangan ini.
"Pembentukan satgas oleh kepolisian juga bisa menepis asumsi-asumsi liar yang muncul di masyarakat bahwa ini by design untuk untuk memunculkan kebencian antar umat beragama," ujarnya.
Di luar itu semua, kata Bambang, hal penting yang juga harus dilakukan adalah membangun sistem keamanan di masyarakat.
Salah satu caranya dengan memasang kamera CCTV di tempat ibadah. Hal lain yang juga bisa dilakukan adalah memasang metal detector.
"Atau minimal penggunaan garret oleh security tempat ibadah akan lebih baik, karena logikanya memang tak ada kepentingannya membawa senjata ke tempat ibadah," kata Bambang.
Mabes Polri telah memastikan jajaran kepolisian di seluruh Indonesia akan mengusut setiap kasus penyerangan terhadap ustaz atau penceramah yang tengah kerap terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
"Kami usut setiap kejadian yang ada," kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Kamis (23/9).
Dalam hal ini, Argo turut menanggapi sejumlah desakan dari organisasi masyarakat (ormas) ataupun kelompok keagamaan untuk mengusut motif dari setiap pelaku penyerangan.
Termasuk sebelumnya, Muhammadiyah sempat meminta agar aktor intelektual di balik maraknya penyerangan tokoh agama tersebut turut dibongkar.
"Semoga tidak ada (aktor intelektual). (Polisi) tetap melaksanakan tugas sesuai prosedur," kata Argo.