Kasus ketiga, menimpa jurnalis dari Katadata bernama Tri Kurnia. Kala itu, ia sedang tak berfokus dalam meliput kegiatan unjuk rasa di depan DPR RI. Hanya saja, Tri hendak pulang ke rumah ketika selesai meliput kegiatan pembahasan rapat paripurna DPR.
Malam sekitar pukul 21.00 WIB, Tri mendapati kericuhan di dekat parkiran motor kompleks parlemen. Ia pun mencoba mengambil gambar yang memperlihatkan polisi melakukan kekerasan terhadap peserta aksi.
"Dia mengambil gambar dari arah kepolisian, barisan polisi. Kemudian beberapa orang aparat kemudian berteriak bahwa menuduh Tri sebagai mahasiswa dan provokator," kata Mustafa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Teriakan itu diikuti beberapa orang mengerumuni, kemudian Tri dipiting dan beberapa lainnya melepaskan bogem ke arah wajah," tambahnya.
Kasus terakhir dari kekerasan terhadap pewarta saat aksi Reformasi Dikorupsi pada 2019 yang ditangani LBH Pers adalah menimpa seorang jurnalis Kompas.com bernama Ajeng. Dia mengambil video yang memperlihatkan tindakan represif aparat terhadap peserta aksi di area JCC.
Namun, salah seorang aparat mendatangi Ajeng dan menghalang-halangi pengambilan gambar itu.
"Dalam video yang direkam oleh korban, itu sangat terlihat ya pelaku. Wajah bahkan nama dari pelaku juga terlihat, namun sayang kasus ini juga belum ada titik temu. Bahkan statusnya sampai saat ini setahu kami masih penyelidikan," ucapnya.
Mustafa mengatakan, keseluruhan kasus yang diadvokasi oleh LBH menunjukkan bahwa perilaku aparat yang cenderung represif tak hanya kepada peserta aksi, namun juga pewarta yang bertugas.
Kekerasan, kata dia, cenderung terjadi saat proses pengambilan gambar oleh jurnalis yang hendak menyiarkan pengamanan aksi unjuk rasa oleh aparat.
Sebagai informasi, gelombang aksi bertema #ReformasiDikorupsi mencuat ketika DPR dan pemerintah gencar merevisi sejumlah Undang-undang yang dinilai kontroversial di akhir masa jabatan 2014-2019. Aksi berlarut terpusat di sekitaran Kompleks Parlemen terjadi hingga 28 Oktober.
Sejumlah tuntutan digelorakan oleh massa aksi yang terdiri dari beragam elemen, salah satunya mendesak pemerintah menerbitkan Perppu atas UU KPK yang baru.
Dalam aksi itu, dua mahasiswa di Kendari tewas karena diduga tertembak saat mengikuti aksi.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus; Direktur Reserse Kriminal Umum, Kombes Tubagus Ade Hidayat; Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo untuk mengklarifikasi tindak lanjut kasus kekerasan terhadap jurnalis pada September 2019 lalu, namun mereka tidak merespons.
(mjo/kid)