ANALISIS

TNI-Polri Penjabat Kepala Daerah, Mengulang Dosa Orde Baru

CNN Indonesia
Rabu, 29 Sep 2021 07:42 WIB
Opsi TNI-Polri bisa jadi Pj Gubernur dan kepala daerah lain dibahas oleh pemerintah Jokowi. Sejumlah ahli khawatir akan mempengaruhi netralitas Pilpres.
Ilustrasi dwifungsi seperti Orba bisa muncul kala opsi TNI/Polri bisa jadi Pj Gubernur mengemuka. (CNN Indonesia/ Elise Dwi Ratnasari)

Ia juga menilai penunjukan itu membuka potensi bagi terbitnya dwifungsi militer kembali seperti di zaman Orde Baru. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi iklim demokrasi yang tengah dibangun Indonesia saat ini.

"Ya ini jadi seperti bagian dari fungsi ABRI di masa Orba, membalikkan Dwifungsi. Jadi pak Jokowi jangan merusak demokrasi Indonesia dan melanggar konstitusi dengan wacana ini," kata dia.

Senada, Peneliti Imparsial Hussein Ahmad menilai TNI dan polisi tak bisa memperoleh kewenangan untuk mengambil alih proses pengisian penjabat kepala daerah. Sebab, jabatan-jabatan kepala daerah seharusnya diisi oleh sipil dan dipilih oleh rakyat dalam sistem demokrasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sedangkan, militer dan polisi tidak dipilih oleh rakyat sehingga militer tidak dapat mengambil kebijakan publik," kata Hussein.

Ia menilai menempatkan militer aktif dalam jabatan sipil seperti posisi penjabat kepala daerah sama saja dengan membangkitkan dwifungsi seperti zaman orde Baru.

"Itu bertentangan dengan amanat reformasi dan demokrasi itu sendiri," kata dia.

Kekhawatiran Tak Netral

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadil Ramadhani mengakui absennya penyelenggaraan pilkada 2022 dan 2023 akan menimbulkan problem tersendiri bagi pemerintah dalam menentukan penjabat kepala daerah.

Namun ia mengingatkan bahwa penunjukan TNI/Polri aktif dapat menimbulkan kekhawatiran potensi tak netralnya para penjabat kepala daerah tersebut.

Terlebih lagi, pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden akan berlangsung pada tahun yang sama di 2024.

Kecurigaan tersebut, kata Fadil, bukan tanpa alasan. Pasalnya, terdapat gejala mobilisasi dukungan aparat terhadap kandidat tertentu.

"Posisi kepala daerah itu kan posisi politik. Ketika dihadapkan pada kontestasi pemilu enggak bisa dilihat ruang kosong gimana polri/TNI ini enggak boleh berpolitik," kata Fadil kepada CNNIndonesia.com.

Bila direalisasikan, lanjutnya, penunjukan anggota TNI polri aktif itu juga potensial menimbulkan suatu persoalan ke depannya.

"Kita tahu anggota TNI dan Polri bekerja garis komando, pegang senjata dan dihadapkan pada kepemimpinan politik di satu masa jabatan yang panjang, potensial menimbulkan hal yang tak ideal," kata Fadil.

Baginya, pengisian penjabat kepala daerah dari TNI/Polri dikhawatirkan akan mengganggu supremasi sipil. Ia menilai seharusnya Pemerintah dan DPR memikirkan dan mengedepankan aspek kepemimpinan sipil dalam penunjukan penjabat kepala daerah ke depannya.

"Mestinya pemerintah dan DPR harus berhitung. Daripada ini menimbulkan beban ganda. Baiknya dilakukan pemilihan saja. Apalagi penjabat nya TNI polri aktif dan masa jabatannya panjang sekali. Tentu ini akan bermasalah," kata dia.

(rzr/dal)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER