Surabaya, CNN Indonesia --
Jurnalis Tempo, Nurhadi mengatakan kerabat mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Angin Prayitno Aji, Agung Budi Santoso diduga ikut menganiaya dirinya di Gedung Graha Samudra Bumimoro, Surabaya 27 Maret 2021 lalu.
Hal itu diungkap Nurhadi saat menjadi saksi kasus dugaan penganiayaan untuk dua terdakwa Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (29/9).
Dua terdakwa Purwanto dan Firman hadir secara langsung di ruang sidang. Sementara Nurhadi dan seorang saksi kunci mengikuti persidangan secara daring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Agung mengancam saya, dia mengatakan 'milih UGD atau kuburan' berkali-kali," kata Nurhadi.
Nurhadi mengaku awalnya mendapat tugas dari kantornya untuk mewawancarai Angin ketika acara pernikahan anaknya.
Ia sempat tak bisa masuk lantaran pintu dijaga ketat dan tamu harus memiliki undangan resmi. Ia kemudian menemukan akses masuk lain melalui pintu samping yang tanpa penjagaan.
Saat berhasil masuk, Nurhadi kemudian memotret pelaminan tempat Angin berada. Foto itu dikirimkannya ke redakturnya di Jakarta, sebagai bukti bahwa ia telah sampai di lokasi dan menemukan keberadaan si narasumber.
Foto itu, kata Nurhadi, hanya sebagai laporan kepada redaktur bukan untuk diberitakan. Ia berencana baru akan mewawancarai Angin setelah acara pernikahan selesai.
Namun setelah memotret, ia kemudian didatangi dua orang. Mereka menginterogasi Nurhadi dan bertanya undangan dari mana. Karena terdesak ia kemudian mengakui bahwa dirinya adalah wartawan Tempo.
Dua orang itu lalu memukul Nurhadi dan menyeretnya keluar gedung pernikahan. Ia lantas dibawa ke Pos Pomal (Polisi Militer Angkatan Laut) di sekitar gedung pernikahan.
"Dua orang itu memukul dan memiting saya, karena di dalam chaos akhirnya saya digeret ke luar. Saya dibawa ke Pos Pomal," ujarnya.
Nurhadi sempat akan dibawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Namun, salah satu petugas menerima telepon dari seseorang. Ia kemudian dikembalikan ke gedung tempat kejadian perkara.
Di sebuah ruang ganti, Nurhadi lantas mengalami tindak penganiayaan oleh lebih dari 15 orang yang berpakaian jas dan berdasi. Ia dipukul, ditendang, hingga ditampar oleh belasan orang itu secara bergantian.
"Saya dipukul bergantian, ditonjok, dicekik, ditampar, ditendang, bergantian," katanya.
Lebih lanjut, Nurhadi menyebut handphonenya kemudian dirampas oleh salah seorang pelaku. Sesaat kemudian terdakwa Firman memaksa Nurhadi untuk membuka password ponselnya. Ia menolak, Firman dan Purwanto lantas bertubi-tubi melayangkan pukulan ke kepalanya.
"Purwanto menampar banyak di wajah saya, enggak kehitung, Firman [memukul] enggak terhitung juga [banyaknya]," ujarnya.
Mereka memaksa menghapus foto pelaminan yang telah dipotret Nurhadi dalam gedung pernikahan. Ia juga membaca percakapan Nurhadi dengan redakturnya di Jakarta.
Padahal Nurhadi berulang kali menjelaskan bahwa foto pelaminan yang diambilnya itu tak akan jadi bahan pemberitaan Tempo. Ia hanya mau mengonfirmasi keberadaan Angin dan bermaksud mewawancarinya terkait kasus suap pajak setelah acara selesai.
Nurhadi melanjutkan pengawal pribadi Angin, yang belum diketahui identitasnya, diduga ikut memukul dan mengancam membunuhnya. Bahkan, orang ini membungkus kepala Nurhadi dengan kresek.
"Seorang panitia memasukkan tas kresek warna merah ke kepala saya, dia berusaha meneror mental saya, dia menaruh gulungan kabel di kaki saya, dia bilang setrum aja," katanya
Tak hanya itu, ada juga seorang polisi bernama Heru, yang juga memaksa Nurhadi memberikan alamat email dan passwordnya. Pelaku berusaha mengakses data-data pribadinya.
Nurhadi mengatakan upaya dirinya mewawancarai Angin merupakan kerja jurnalistik yang profesional. Menurutnya, Tempo hendak memberikan ruang kepada Angin, yang saat itu diduga terlibat kasus suap pajak yang diusut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Jurnalis itu harus cover both side. Selama ini Angin enggak muncul dan sulit ditemui media. Tempo sudah beberapa kali mengajukan surat wawancara, tapi tak ditanggapi," ujarnya.
Saksi Kunci
Seorang saksi kunci yang saat itu membantu korban melakukan peliputan, F, mengaku menyaksikan dengan jelas bahwa Nurhadi mengalami tindak penganiayaan oleh banyak orang. Dua pelaku di antaranya adalah Firman dan Purwanto.
"Nurhadi dipukul belasan orang secara bergantian. Di pipi, wajah, dada, perut. Saya melihat seratur persen, yang dilakukan mereka [Firman dan Purwanto] mengintimidasi verbal dan fisik," kata saksi berinisial F.
F juga mengatakan bahwa Firman mengambil ponsel milik Nurhadi dan dirinya. Begitu juga kamera beserta memory card miliknya.
Ia mengatakan Nurhadi dam dirinya juga dipaksa untuk menerima uang sebesar Rp500 ribu sebagai kompensasi atas kerusakan sim card dan penghapusan data di ponselnya. Namun, keduanya menolak.
"Kamera saya diambil, memori saya disita. Saya dipaksa menerima uang tapi saya tidak mau. Kalau Nurhadi terpaksa megang [dan difoto oleh pelaku] karena kalau menolak menerima akan dapat perlakuan yang lebih brutal," katanya.
Menanggapi keterangan kedua saksi itu, Firman dan Purwanto kompak membantah mereka telah melakukan tindakan penganiayaan kepada Nurhadi. Mereka juga menampik disebut melakukan pengerusakan alat kerja dan data hasil liputan.
"Dari keterangan saksi ada yang benar ada yang salah. Bilang bahwa saya ikut memukuli dalam ruang ganti, saya tidak melakukan pemukulan kepada Nurhadi dengan adanya saksi," kata Purwanto.
"Saya dituduh mematahkan sim card tidak benar, bukan saya, saya mengembalikan [ponsel Nurhadi] masih hidup ada buktinya, soal pemukulan saya tidak pernah melakukan," timpal Firman.
Sebelumnya dua anggota polisi tersangka kasus penganiayaan Jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi, akhirnya menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (22/9).
Kedua terdakwa yang diadili ini merupakan anggota polisi aktif bernama Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim, Winarko mendakwa kedua polisi itu dengan pasal Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, kedua polisi ini juga didakwa dengan tiga alternatif pasal lainnya, yakni Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan Juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan Juncto Pasal 55 ayat (1) dan Keempat Pasal 335 ayat (1) tentang Perbuatan tidak menyenangkan Juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.