ANALISIS

Buruh dalam Kemasan Partai Jelang Pemilu 2024

CNN Indonesia
Kamis, 07 Okt 2021 07:17 WIB
Kehadiran Partai Buruh menjelang Pemilu 2024 dinilai tak lepas dari bayang-bayang pragmatisme politik elite.
Aksi unjuk rasa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (FSPMI-KSPI), Jakarta, Rabu, 6 Februari 2019. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

Semantara itu, ideologi kiri di Indonesia dilarang secara konstitusi. Berbeda dengan masa Sukarno, ideologi kiri justru bebas dan mendapatkan kejayaannya.

Maka tak mengherankan, kata Wasisto, saat itu partai berlabel buruh seperti Partai Komunis Indonesia (PKI) punya massa yang banyak dan suara yang kuat.

Wasisto berpendapat, jika Partai Buruh yang baru dideklarasikan ini ingin bertahan, maka harus membuat narasi baru, ideologi yang mampu menyatukan suara buruh. Sebab, narasi 'ketertindasan' pun dirasa kurang mujarab.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, hal itu dipengaruhi juga oleh semakin beragamnya buruh pada masa kini. Jika dulu buruh hanya dikelompokkan pekerja di pabrik, maka saat ini ada buruh freelance dan sebagainya.

"Makanya kalau mau menyatukan buruh secara keseluruhan juga cukup sulit karena tidak ada ideologi yang mampu menyolidkan buruh dalam satu barisan," ujarnya.

Klaim Konstituen dan Kans di Parlemen

Said Iqbal mengklaim Partai Buruh kini didukung oleh 11 elemen organisasi sipil, terutama dari kelas pekerja dengan sekitar 10 juta konstituen.

Jika klaim itu benar, maka Partai Buruh berpotensi mendapatkan kursi parlemen di 2024. Asumsi itu didasarkan pada ambang batas parlemen (parliamentary threshold) yakni 4 persen.

Pada Pemilu 2019, berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan KPU, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berhasil mengumpukan 6.323.147. Dari jumlah itu, PPP berhasil melewati ambang batas dengan persentase 4,52 persen.

Pengamat politik Universitas AndalasAsrinaldi menilai dukungan 10 juta konstituen tak menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan. Apalagi, itu hanya klaim dan belum terbukti.

Ditambah lagi, kata Asrinaldi, ongkos untuk bergelut di politik praktis sangat mahal. Ia mencontohkan, Perindo dengan Hari Tanoe dengan modal triliunan rupiah, itu pun tidak menghasilkan suara.

"Barang kali ini jadi pertimbangan masyarakat Partai Buruh, perlu biaya besar, televisi, media, dsb. Saya pikir politik di Indonesia masih mahal," ucapnya.

Said Iqbal sendiri menyatakan pendirian Partai Buruh karena ingin memulai perjuangan di jalur parlemen dan tidak hanya di jalanan. Iqbal juga menegaskan bahwa partainya akan menawarkan hubungan yang lebih baik antara industri dan pekerja.

"Kami ingin berjuang secara parlemen, bukan lagi sekedar di jalan, di jalan tetap ada sesuai konstitusi, tapi kami ingin berjuang di parlemen," kata Iqbal kepada awak media, Selasa (5/10).

(yla/pmg)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER