Polri memberikan pembinaan terhadap puluhan warga yang diduga dibaiat masuk aliran Negara Islam Indonesia (NII) di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Rusdi Hartono menjelaskan bahwa pihak kepolisian sudah melakukan penelusuran ke lapangan bersama sejumlah aparatur daerah setempat terkait peristiwa itu.
"Penyelidikan berjalan, pada sisi lain terhadap 59 yang mendapatkan ajaran tersebut sedang dilakukan pembina," kata Rusdi kepada wartawan, Kamis (7/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rusdi menjelaskan bahwa proses penyebaran konten dan ajaran doktrin tersebut diduga dilakukan dalam ceramah masjid setempat.
Namun demikian, kata dia, kepolisian tengah melakukan pendalaman dan penyelidikan untuk memastikan apakah pemberian doktrin itu merupakan bagian dari baiat NII atau ajaran agama setempat.
"Ini masih didalami apakah memang pembaiatan NII atau memang pelajaran dari suatu aliran tertentu," jelas Rusdi.
"Jadi untuk masalah itu, Polres Garut, Pemda Garut, MUI Garut telah turun ke lapangan," tambahnya.
Warga yang dibaiat salah satunya mendapat doktrin untuk menganggap pemerintah RI thogut. Hal itu diungkapkan oleh Lurah Sukamentri, Kecamatan Garut Kota, Suherman.
Menurutnya, peristiwa itu terungkap setelah ada pengakuan dari salah seorang anak kepada orang tuanya. Ia mengaku dibaiat dan disyahadatkan kembali oleh seseorang. Setelah mendapat informasi tersebut, pihak kelurahan kemudian melakukan pendataan.
"Ada 59 kalau di data. Ada orang tua, ada anak-anak," kata Suherman.
Terpisah, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI menjelaskan bahwa Undang-undang tentang Tindak Pidana Terorisme belum dapat digunakan untuk menindak hukum ajaran NII.
"Yang pada baiat itu, itu enggak bisa, mereka hanya khilafah tapi unsur pidana terorismenya tidak memenuhi itu. Beda kalau sudah masuk sama jaringan teroris kayak JI, JAD, dan sebagainya," kata Direktur Pencegahan BNPT RI, Brigjen Ahmad Nurwahid saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (7/10).
Ia mengatakan bahwa saat ini di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur agar ideologi-ideologi di luar Pancasila dapat dijerat hukum. Hal itu menurutnya penting untuk segera digodok agar pemikiran radikal tak menjadi tindakan terorisme.