Waspada Mudarat Salah Kelola Komcad
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik 3.103 anggota komponen cadangan (komcad). Mereka dilantik setelah menjalani pelatihan oleh TNI sejak 21 Juni hingga 21 September. Pembentukan komcad dilakukan melalui UU Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2021.
Jokowi melarang komponen cadangan (komcad) digunakan untuk kepentingan selain pertahanan. Mobiliasi komcad juga akan dilakukan oleh presiden dengan persetujuan DPR.
"Tidak ada anggota komponen cadangan yang melakukan kegiatan mandiri. Perlu saya tegaskan, komponen cadangan tidak boleh digunakan untuk lain, kecuali kepentingan pertahanan," kata Jokowi saat melantik komcad di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (7/10).
Program Komcad menuai kritik dari beberapa pihak, terlebih para pemerhati hak asasi manusia (HAM). Ini lantaran dalam UU PSDN ada beberapa pasal yang memperbolehkan komcad dimobilisasi untuk keperluan nonperang.
Peneliti Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengkhawatirkan masa depan komcad jika tidak terkelola dengan baik.
"Mekanisme rekrutmen dan pengawasan personel memang sudah diatur dalam UU PSDN maupun peraturan-peraturan turunannya, namun Kementerian Pertahanan juga tetap harus mengantisipasi potensi dampak sosial yang mungkin hadir dari pembentukan komcad ini," kata Khairul kepada CNNIndonesia.com, Kamis (7/10) malam.
"Jika tak terkelola dengan baik, hal itu sama saja kita sedang menyiapkan munculnya potensi kriminalitas dan gangguan keamanan baru yang mungkin saja muncul dari hadirnya 'pengangguran' yang memiliki keterampilan dasar militer," imbuhnya.
Apalagi, kata Khairul, merujuk pada UU PSDN, komcad memiliki masa aktif dan masa tidak aktif. Masa aktif yakni saat komcad melakukan pelatihan dan mobilisasi. Di masa aktif ini, hukum militer juga berlaku bagi para anggota komcad. Bakal menjadi masalah, lanjut Khairul, mobilisasi komcad sangat bergantung pada kebutuhan terhadap ancaman militer maupun hibrida.
"Bisa dalam waktu dekat, masih lama atau bahkan malah tidak pernah diaktifkan sama sekali hingga masa pengabdian si personel Komcad berakhir pada usia 48 tahun," ujarnya.
Khairul menambahkan, untuk pengawasan terhadap anggota komcad ini tak perlu dilakukan dengan membentuk sebuah tim khusus. Ia berpendapat sikap tegas dari Kementerian Pertahanan, TNI, hingga aparat penegak hukum sudah cukup untuk mengawasi ribuan anggota komcad ini.
"Pengawasan saya kira normatif ya. Tapi sikap dan peringatan yang jelas tidak menolerir perbuatan melawan hukum dan ancaman penindakan yang tegas perlu ditunjukkan oleh pembina komcad dalam hal ini Kemhan-TNI maupun para aparat penegak hukum," ujarnya.
Di sisi lain, Khairul juga menyoroti salah satu kelemahan dalam UU PSDN. Yakni, soal pembatasan penggunaan komcad hanya untuk penanganan ancaman militer dan hibrida.
Padahal, menurut Khairul, mengacu pada kondisi hari ini, sangat membutuhkan kehadiran banyak sumber daya untuk penanganan wabah penyakit. Hal ini, lanjutnya, sebenarnya diatur dalam dalam UU PSDN yakni disebutkan sebagai salah satu bentuk ancaman bagi pertahanan negara.
"Ke depan, diharapkan agar UU PSDN yang sudah ada saat ini dapat dibenahi dan disempurnakan agar benar-benar mampu menjawab kebutuhan dan tantangan pertahanan negara tanpa efek samping yang merugikan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita," ucap Khairul.
Berlanjut ke selanjutnya...