Jakarta, CNN Indonesia --
Saban saya ke Stasiun Manggarai, ribuan pasang kaki warga Jakarta hilir mudik. Langkah mereka terburu-buru pada pagi dan lelah di akhir hari. Lalu berjajar di peron menunggu kereta rel listrik (KRL) tiba.
Meski tidak melayani kereta api jarak jauh, Manggarai menjadi salah satu stasiun paling sibuk di Jabodetabek.
Stasiun itu sudah beroperasi selama 108 tahun, menjadi saksi geliat Batavia di bawah pendudukan Belanda, pemberontakan pemuda dan buruh pada masa revolusi, hingga detik-detik menegangkan penyelamatan Sukarno dari tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat Batavia telah mengenal Manggarai sejak kurun 1800 an. Wilayah ini menjadi tempat tinggal dan pasar budak asal Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Stasiun Manggarai baru dibangun pada 1914 lewat rancangan yang dibuat arsitek Belanda J. van Gendt
setelah perusahaan kereta api negara Staatsspoorwegen (SS) membongkar stasiun Bukit Duri yang hanya berjarak 400 meter dari Manggarai.
Saat itu, penguasaan kereta api di Batavia dan Meester Cornelis baru saja diambil alih SS pada 1913 dari perusahaan kereta api swasta, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Stasiun Manggarai kemudian diresmikan pada 1 Mei 1918.
Rudy Gunawan dkk dalam tulisannya bertajuk Stasiun Jatinegara Era Revolusi Kemerdekaan Indonesia 1945-1949 (2021), menyebut SS kemudian membangun penghubung baru Stasiun Manggarai dengan Stasiun Jatinegara.
Jalur ini menggantikan penghubung lama Stasiun Tanah Abang-Menteng, Salemba, dan Kramat yang bersinggungan dengan jalur Jakarta-Bogor serta jalan Raya Matraman.
"SS membangun jalur ganda yang menanjak dari Stasiun Jatinegara, dan dibuat lebih tinggi dibandingkan jalur sebelumnya serta sebuah jembatan beton di atas Sungai Ciliwung," tulis Rudy.
Meski pada mulanya pembangunan jalur kereta oleh penjajah untuk mengangkut hasil bumi, pada akhirnya jalur-jalur besi itu digunakan sebagai transportasi umum warga Hindia Belanda.
Buruh Kereta Kuasai Stasiun
Lebih lanjut, lewat tulisannya, Rudy menyebut usai proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, beredar isu Belanda menargetkan perusahaan kereta api sebagai sasaran pertama untuk direbut.
Desas desus ini tercium oleh para pemuda. Mereka memahami bahwa perusahaan kereta api merupakan objek yang sangat vital. Sebab, jalur kereta api terhubung dengan berbagai daerah dan memiliki jaringan telekomunikasi.
Merespons keadaan ini, para pemuda berkumpul di Menteng 31 dan membentuk Committee van Actie (Panitia Aksi). Mereka mencanangkan program-program revolusioner, anti kolonial, dan sejumlah misi perebutan perusahaan dan senjata dari tangan Jepang. Mereka lantas membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API) pada 1 September 1945.
Gerakan API memantik kelompok buruh kereta api dan membentuk Angkatan Muda Kereta Api (AMKA). Mereka kemudian menjalin komunikasi dengan tokoh senior perkeretaapian dan menggelar rapat-rapat perebutan perusahaan kereta dari penguasaan Jepang.
"Akhirnya diputuskan bahwa pengambilalihan kekuasaan atas perkeretaapian harus segera dilaksanakan sebelum pihak Sekutu datang," tulis Rudy.
"Apabila sarana transportasi yang vital ini lebih dahulu diambil alih Belanda melalui Sekutu, maka akan mengancam jalannya perjuangan pergerakan kemerdekaan," tambahnya.
Aksi perebutan stasiun kereta api pecah pada 3 September 1945 sejak pukul 09.30 hingga 12.00. Perebutan dilakukan para pemuda, buruh kereta api, API, dan AMKA di stasiun-stasiun Jakarta.
Aksi bentrok dengan tentara Jepang sempat terjadi di Stasiun Jakarta Kota. Namun, setelah mendapat peringatan bahwa Indonesia telah merdeka, para tentara Jepang mengikuti kemauan massa. Setelah direbut, bendera Merah Putih berkibar di Stasiun Jakarta Kota.
Dalam gegap gempita itu, puluhan ribu massa aksi dari pemuda dan buruh kereta api juga berhasil merebut Manggarai. Perebutan ini dilakukan setelah mereka melakukan aksi long march dari Jakarta Kota, Stasiun Gambir, Tanjung Priok, Pasar Senen, dan lainnya.
"Dengan sedikit mendapat perlawanan dari pegawai-pegawai Jepang yang sudah bingung dan bimbang, maka pada jam 1.00 siang selesailah pengoperan kekuasaan dari Jawatan Kereta Api di Jakarta-Kota, Bengkel Manggarai, Depot Jatinegara dan seluruh kota Jakarta," tulis Rudy mengutip buku Kotapradja Djakarta Raja (1956).
Misi Penyelamatan Sukarno
Sekutu tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Dilanjut dengan pendudukan tentara di banyak daerah.
Perkelahian di jalanan, penembakan yang dilakukan secara acak, teror, dan perampokan yang dilakukan tentara Belanda membuat bulan-bulan di paruh kedua 1945 menjadi tegang.
Suasana mencekam itu tergambar dalam biografi Sukarno yang ditulis oleh Cindy Adams, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat (1965). Sukarno menggambarkan betapa tentara Netherlands Indies Civil Administration (NICA) begitu haus darah.
Mereka menculik pemuda, menghujani rombongan pengantar mayat ke makam dengan senapan mesin, menembak kaki seorang pengendara sepeda, hingga pipi seorang bayi.
"Gerombolan bandit-bandit NICA menyerang sebuah kampung untuk memburu para pemuda," kata Soekarno.
Di beberapa wilayah, keadaan itu terus memburuk. Pertempuran besar meletus di Surabaya. Jelang tahun 1945 berakhir, kondisi di Jakarta juga kian mencekam. Di saat yang bersamaan, aparat keamanan Indonesia belum kuat.
 Foto: AFP PHOTO Indonesian President Achmed Sukarno (1902-70) poses with his family, his wife, their son Guntur and daughter Megawati at their home shortly after he was elected president in 1945. Sukarno was Indonesia's first president (1945-66) when Indonesia was granted independence in 1945. / AFP PHOTO |
Tentara Belanda berniat menangkap Sukarno dan telah menyiapkan berbagai jebakan. Proklamator itu hidup bersembunyi, tidur secara berpindah-pindah dan mengungsikan istri dan anaknya, Fatmawati serta Guntur.
"Dalam pada itu keadaan di Jakarta sudah begitu gawat sehingga aku tidak bisa lebih lama lagi tinggal di situ," kata Sukarno.
Sukarno memutuskan untuk memindahkan Ibu Kota ke Yogyakarta. Aksi ini dilakukan secara sembunyi-sembunyi melalui rel kereta di belakang rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur.
Pada satu malam, mereka menyelinap ke salah satu gerbong gelap yang dipisah dari rangkaian kereta lain. Persiapan rahasia dilakukan di Balai Yasa atau Bengkel Kereta Api di Manggarai.
Gerbong itu lolos dari pemeriksaan tentara sekutu. Sukarno dan sejawatnya menggunakan rangkaian kereta yang pernah digunakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Rangkaian ini tersimpan di Bengkel Manggarai.
"Dan begitulah, di malam gelap tanpa bulan tanggal 4 Januari 1946 kami membawa bayi Republik Indonesia ke ibukotanya yang baru, Yogyakarta," tutur Soekarno.
 Stasiun Manggarai kini tampak menjadi stasiun paling modern di ibu kota proses revitalisasi dilakukan (CNN Indonesia/Adi Maulana) |
Jadi Cagar Budaya dan Stasiun Modern
Setelah melintasi berbagai peristiwa sejarah, Stasiun Manggarai kemudian ditetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya.
Hal ini merujuk pada SK Gubernur No. 475 Th. 1993, 29 Maret 1993; Minister of Tourism No. 011/M/1999, 12 Januari 1999; SK Menbudpar No: PM.13/PW.007/MKP/05, 25 April 2005.
Meskipun dulu Manggarai dikenal sebagai pasar budak, kini wilayah itu memiliki stasiun terbesar di Jakarta dengan jalur kereta nyaris sebanyak di Jakarta Kota.
Tidak hanya itu, Pemprov DKI Jakarta pada masa Gubernur Fauzi Bowo pernah merencanakan pemindahan stasiun antar kota dari stasiun Jakarta Kota, Gambir, dan Senen ke Manggarai. Meski belum terwujud, saat ini Manggarai telah menjadi stasiun modern.
Di balik tembok tua stasiun Manggarai, ratusan kereta listrik melintasi jalur-jalur se Jabodetabek saban hari.
Saat saya melintas pada Rabu malam (29/9/2021), cahaya megah terpancar dari balik bangunan tua stasiun dan menaungi pekerja Ibu Kota yang hendak pulang.
Rangkaian kereta listrik juga sudah bisa melintasi elevated track atau jalur layang yang menjadi rute Jakarta-Bogor.