Jejak Mahkamah Syar'iyah Aceh 2 Kali Bebaskan Pemerkosa Anak

CNN Indonesia
Jumat, 08 Okt 2021 20:39 WIB
Sepanjang 2021, Mahkamah Syar'iyah Aceh tercatat telah dua kali memvonis bebas terdakwa kasus pemerkosaan anak.
Sepanjang 2021, Mahkamah Syar'iyah Aceh telah dua kali memvonis bebas terdakwa kasus pemerkosaan anak. (Foto: Istockphoto/bymuratdeniz)
Aceh, CNN Indonesia --

Sepanjang 2021, Mahkamah Syar'iyah Aceh tercatat telah dua kali memvonis bebas terdakwa kasus pemerkosaan anak.

Kasus terdakwa pemerkosaan yang divonis bebas pertama terjadi pada Mei lalu. Dalam kasus itu terdakwa berinisial DP melakukan tindakan asusila terhadap keponakannya sendiri yang masih di bawah umur.

Di peradilan tingkat pertama di Mahkamah Syar'iyah Jantho, Aceh Besar, DP ditetapkan bersalah lantas ia divonis 200 bulan penjara. Tak terima dengan putusan itu, lalu ia dengan kuasa hukumnya mengajukan banding.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada tingkat banding yang digelar di Mahkamah Syar'iyah Aceh, majelis hakim justru membebaskan DP dengan dalih alat bukti yang tidak cukup untuk menjerat terdakwa. Lantas ia divonis bebas.

Putusan bebas tersebut dibacakan dalam sidang yang berlangsung di Mahkamah Syar'iyah Aceh, Kamis (20/5). Sidang ini dipimpin oleh Misharuddin bersama dua anggota masing-masing, M. Yusar dan Khairil Jamal.

Kemudian Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Aceh Besar mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis bebas yang diputuskan oleh MS Aceh.

Ditingkat kasasi, MA justru membatalkan vonis bebas terhadap terdakwa DP. Selain membatalkan vonis bebas, MA juga memberikan hukuman 16 tahun 6 bulan penjara.

"Vonis bebas Mahkamah Syar'iyah Aceh akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung, dan terdakwa dihukum 200 bulan penjara," kata Ketua Mahkamah Syar'iyah Aceh, Rosmawardani dalam keterangannya pada Rabu (22/9).

Putusan yang dinilai kontroversial yang dilakukan oleh hakim Mahkamah Syar'iyah Aceh berlanjut. Untuk kedua kalinya lembaga peradilan tersebut memvonis bebas terdakwa seorang ayah yang berprofesi sebagai PNS berinisial SU. Pria 45 tahun itu tega melakukan pemerkosaan terhadap anak kandungnya yang masih berusia 5 tahun.

Awalnya di pengadilan tingkat pertama di Mahkamah Syar'iyah Jantho, Aceh Besar, SU divonis 180 bulan penjara karena terbukti melakukan tindakan asusila terhadap anak kandungnya sendiri.

Lantas ia mengajukan banding ke Mahmakah Syar'iyah Aceh. Di tingkat banding, hakim juga memvonis bebas terdakwa dengan alasan yang sama, yaitu alat bukti untuk menjerat SU tidak lengkap.

Sidang vonis bebas itu dipimpin oleh Anshary MK bersama dua anggota masing-masing, Alaidin dan Khairil Jamal.

Komisioner Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh Firdaus Nyak Idin mencatat, selama 2021 lembaga Mahkamah Syar'iyah di Aceh sudah tiga kali memvonis bebas pelaku pemerkosa anak. Dua di antaranya di tingkat banding di Mahkamah Sya'iyah Aceh, kemudian satu lagi di Mahkamah Syar'iyah Jantho, Aceh Besar.

"Tahun ini saja sudah tiga kali. Satu kali di MS Jantho. 2 kali di tingkat Banding di MS Aceh," kata Firdaus saat dikonfirmasi, Jumat (8/10).

Menurut Firdaus, SDM hakim di lembaga itu patut dipertanyakan kapabilitasnya dalam mengadili terdakwa kasus pemerkosa anak.

"SDM hakim, tidak memadai dalam memutuskan perkara yang berpihak pada anak. Alih-alih berpihak pada anak, hasil visum pun terkesan diabaikan," ucapnya.

Dikutip dari situs resmi Mahkamah Syar'iyah Aceh, lembaga ini lahir dengan adanyaUU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.

Dalam aturan itu salah satu lembaga yang harus ada di Aceh dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus adalah Peradilan Syari'at Islam yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar'iyah.

Kewenangan Mahkamah Syar'iyah adalah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dan UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Kewenangan itu ditambah dengan perkara jinayat yang terdiri dari Qanun Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Khamar, Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Maisir (judi) dan Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (mesum).

(dra/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER