Pemerintah Kota Surabaya melakukan soft launching Surabaya Medical Tourism (SMT) dan penandatanganan nota kesepakatan bersama tentang penyelenggaraan layanan wisata medis (medical tourism) di Kota Surabaya.
Penandatanganan nota kesepakatan yang digelar di lobby lantai 2 Balai Kota Surabaya pada Senin (27/9) ini dilakukan oleh Pemkot Surabaya bersama dengan sejumlah pihak.
Adapun sejumlah perwakilan yang menandatangani kerja sama ini, antara lain Rektor Universitas Airlangga, Prof Mohammad Nasih, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) wilayah Jawa Timur, Dr Dodo Anondo, Ketua DPD Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) atau asosiasi agensi tur perjalanan Jatim, Imam Mahmudi, Ketua Astindo Jawa Timur Yongky Yanwitarko, dan Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Jatim, Dwi Cahyono.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan medical tourism atau wisata medis ini hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik di Kota Surabaya. Sebab, Surabaya memiliki potensi besar untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik di Surabaya maupun di wilayah Indonesia bagian Timur.
"Jika kita bisa melakukan pelayanan ini, maka secara otomatis akan menggerakkan ekonomi, pariwisata, perhotelan, restoran dan semuanya yang ada di Kota Surabaya," kata Eri, dikutip Senin (11/10/2021).
Ia mengungkap dengan adanya kerja sama ini, nantinya Surabaya Medical Tourism juga akan hadir dalam bentuk aplikasi yang saat ini terus dikembangkan oleh Universitas Airlangga (Unair). Aplikasi yang merupakan produk bersama itu akan memberikan informasi seputar rumah sakit beserta layanan unggulan serta biayanya, informasi pariwisata, perhotelan, restoran dan berbagai fasilitas lainnya.
![]() |
Eri menilai ketika ada orang sakit dan berobat ke Kota Surabaya, pasti akan ada keluarga yang ikut mendampingi. Sehingga nantinya, sebelum pasien berangkat ke Surabaya, orang tersebut sudah mendaftar lebih dahulu untuk diarahkan ke mana saja. Mulai dari lokasi rumah sakit, hotel, serta tempat-tempat lain yang akan dikunjungi. Bahkan, nantinya akan dijemput dari bandara menggunakan ambulans dari lokasi yang dipilih.
"Itu sudah dirancang sejak awal, karena semuanya ini akan terangkai menjadi satu bagian," tegasnya.
Eri pun menjelaskan selama ini, sekitar 70 persen orang Indonesia berobat ke luar negeri. Ia menambahkan, dari jumlah tersebut sebagian besar adalah warga Kota Surabaya. Padahal, ia menilai pengobatan di Indonesia tidak kalah dengan di luar negeri.
![]() |
Ia juga menceritakan pernah bertemu dengan seseorang yang menyampaikan bahwa awalnya orang tersebut tidak bisa didiagnosa penyakitnya di Surabaya, lalu orang tersebut pergi ke luar negeri dengan menggunakan jet pribadi. Ternyata, sampai di luar negeri hasilnya sama dengan diagnosa di Kota Surabaya, sehingga dia menyampaikan bahwa sebenarnya dokter di Surabaya itu tidak kalah hebatnya dengan di luar negeri, karena hasil diagnosanya sama.
"Dari situ saya sadar bahwa kita punya kekuatan sebenarnya. Kita punya tenaga kesehatan yang hebat, punya rumah sakit yang hebat, sehingga bagaimana tugas kita sekarang untuk menggandengkan semua pelayanan itu. Nah, kalau itu bisa dilakukan di Indonesia, khususnya di Surabaya, kenapa harus pergi berobat di luar negeri," ungkap Eri.
Eri mengaku yakin kerja sama ini akan bisa mewujudkan medical tourism di Kota Surabaya. Ia pun memastikan pelayanan ini akan diluncurkan pada 10 November mendatang dan pelayanannya bisa dimulai langsung pada hari itu juga.
Sementara itu, Rektor Universitas Airlangga Prof Mohammad Nasih mengatakan kerja sama ini akan menjadi bagian dari catatan sejarah Surabaya, bahkan Indonesia. Sebab menurutnya, Kota Surabaya sudah bisa menghadirkan sebuah aktivitas yang menjanjikan, yaitu medical tourism.
![]() |
"Boleh saja kemerdekaan itu diproklamirkan di Jakarta, tetapi perjuangan untuk terus mengibarkan dan justru pahlawan kemerdekaan itu justru berasal dari Surabaya dengan 10 Novembernya yang sungguh luar biasa, dan apa yang kita lakukan hari ini akan menjadi catatan sejarah juga dari Kota Surabaya," kata Prof Nasih.
Kendati demikian, Prof Nasih mengaku dalam jangka pendek pihaknya tidak terlalu berharap ada orang luar negeri berobat ke Indonesia. Sebab, target jangka pendeknya adalah membuat orang-orang yang selama ini berobat ke luar negeri bisa mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dari fasilitas yang sangat bagus di Kota Surabaya.
"Kuncinya menurut saya adalah koordinasi dan kerja sama serta integrasi di antara semua komponen ini, ya dokternya, rumah sakitnya, dan semuanya termasuk Pemkot yang harus terus bersama-sama demi menyukseskan inovasi ini," tuturnya.
Masih dalam agenda yang sama, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jatim dr Dodo Anando MPh pun mengungkap bahwa Surabaya Medical Tourism akan mirip dengan yang ada di Malaysia. Namun, ia memastikan bukan karena Surabaya meniru Malaysia, tapi karena memang potensi Surabaya cukup besar untuk memberikan pelayanan ini.
"Kita hampir sama dengan yang di Malaysia, kita medical tourism sama. Jadi kita akan nerima pasien dari luar negeri. Tapi sementara ini kita coba yang dari luar Surabaya dulu, tes case apakah semuanya bisa dilayani dengan baik. Namun, kalau dilihat dari potensinya, Surabaya sudah cukup siap untuk menerapkan inovasi ini," pungkasnya.
(adv/adv)