SUARA ARUS BAWAH

Keluh Warga Ramai #PercumaLaporPolisi: Memang Percuma

CNN Indonesia
Kamis, 14 Okt 2021 18:22 WIB
Tagar #PercumaLaporPolisi ramai diperbincangkan. Banyak orang mengeluhkan kinerja kepolisian ketika masyarakat melaporkan perkara.
Foto ilustrasi. (ANTARA FOTO/ASPRILLA DWI ADHA)
Jakarta, CNN Indonesia --

Tagar #PercumaLaporPolisi ramai diperbincangkan di media sosial. Banyak orang mengeluhkan kinerja kepolisian ketika masyarakat melaporkan perkara.

Tagar itu muncul ketika ramai kasus pelecehan seksual kepada tiga anak oleh ayahnya sendiri di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Namun, dalam kasus ini Polres Luwu Timur menghentikan penyelidikan perkara tersebut pada 2019.

Banyak warganet yang marah sekaligus sedih dengan kasus tersebut. Tidak sedikit pula yang menuturkan kisah mereka ketika membuat laporan kepada pihak kepolisian namun tak diproses.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kasus di Luwu Timur seakan membuka kembali kekecewaan masyarakat kepada aparat kepolisian atas sekian laporan yang akhirnya jalan di tempat. CNNIndonesia.com merangkum sejumlah pendapat warga yang memiliki kegelisahan terhadap kinerja kepolisian selama ini. Namun, kali ini identitas narasumber berikut fotonya tidak ditampilkan karena alasan keamanan.

RA (25), warga yang tinggal di bilangan Jakarta Timur, menyimpan pengalaman yang tidak mengenakkan. Dia pernah membuat laporan ke pihak kepolisian, namun tidak diterima oleh aparat yang bertugas.

RA menceritakan, dua tahun lalu dirinya sempat melaporkan kasus penipuan yang ia alami di salah satu polsek di Jakarta Timur.

Berdasarkan penuturan RA, laporannya kemudian ditolak lantaran dinilai tidak memenuhi syarat untuk bisa dikategorikan sebagai penipuan.

"Saya waktu itu ketipu Rp2.250.000, polisi yang nerima bilang, enggak bisa dibuat laporan kalau cuma ketipu segitu. Minimal Rp2.500.000, katanya," kata pemilik usaha cuci sepatu tersebut.

Padahal kala itu, RA mengatakan laporan dari kepolisian berguna untuk diberikan kepada pihak bank. Agar nantinya kasus yang dialami RA itu dapat segera ditindaklanjuti oleh bank.

Alih-alih mendapatkan surat laporan penipuan, RA mengaku hanya diberikan wejangan oleh polisi setempat yang menurutnya juga tidak membantu sama sekali.

"Dia cuma bilang, 'makanya hati-hati, Mas, masa gitu aja ketipu'," tuturnya.

Karenanya, ia menilai tidak ada yang salah dengan tagar #PercumaLaporPolisi di media sosial tersebut. Pasalnya, menurut RA bukan satu-dua kasus saja yang dilaporkan oleh warga namun tidak menghasilkan apa-apa.

"Jadi tagar yang ada di medsos ya emang udah tepat, karena emang percuma," keluhnya.

Sementara SS terpaksa memberi uang kepada petugas kepolisian agar laporan yang diajukan dapat segera ditangani.

Menurut perempuan 45 tahun yang sehari-hari membuka usaha tempat makan itu, pemberian 'uang jalan' seolah dianggap wajar. SS sendiri pernah melakukannya ketika melakukan pelaporan kepada polisi.

Hal tersebut dilakukannya semata-mata agar urusannya dengan polisi dapat segera beres.

"Sudah bukan rahasia lagi kayaknya itu. Setiap kita lapor ke polisi untuk urusan apapun kayak kehilangan atau apa saja, pasti ada uang jalan atau uang rokoknya," tuturnya ketika ditemui di warungnya di kawasan Jakarta Pusat.

Sementara YH, warga yang tinggal di kawasan Jakarta Timur, mengaku tidak mempunyai pengalaman secara khusus dengan kepolisian. Terlebih ketika sedang melakukan pelaporan, entah itu di Polsek, Polres, ataupun Polda.

Hanya saja ia menilai kinerja kepolisian selama ini cenderung terkesan mementingkan citra di masyarakat semata.

Pasalnya, berdasarkan pengamatan Guru SMK Negeri tersebut, tidak jarang pihak kepolisian baru bergerak setelah ramai diperbincangkan oleh warganet di media sosial.

"Kinerja polisi yang harus nunggu viral membuktikan, bahwa karakter polisi itu sukanya cari muka atau cari perhatian. Mau bertindak ketika dilihat saja," kata Pria 28 tahun ini.

Meski mengaku kesal terhadap kinerja kepolisian, ia mengatakan akan tetap berupaya untuk melapor kepada kepolisian jika nantinya tersandung masalah di kemudian hari.

"Lapor aja dulu. Kalau enggak digubris, lapor ke medsos biar digubris," tuturnya.

Seorang pengemudi ojek daring berinisial SG juga memberikan penilaian buruk terhadap kinerja kepolisian.

Pria 35 tahun ini mengaku tidak kaget dengan sikap kepolisian yang baru bergerak ketika viral di media sosial. Ia mencontohkan, beberapa kali kasus yang dialami oleh rekan-rekan profesinya baru ditangani polisi setelah viral.

"Kayak misalnya dulu ketika lagi ramai orderan fiktif, atau kalau misalnya driver dapat kekerasan dari customer. Lebih cepet (ditangani) kalau dinaikin dulu di sosmed," ujarnya ketika ditemui di kawasan Jakarta Pusat.

Sementara apabila harus menunggu lewat jalur konvensional, yakni melalui pelaporan dan segala tetek bengeknya, SG mengaku tidak yakin kasusnya akan segera ditangani oleh kepolisian.

Lebih-lebih ia juga tidak yakin laporan kasus tersebut bakalan diterima dengan mulus oleh kepolisian.

(tfq/pmg)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER