Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X mengeluarkan larangan demonstrasi atau penyampaian pendapat di kawasan Malioboro. Tertuang dalam Pergub DIY Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.
Ada sejumlah lokasi yang dilarang. Dalam Pasal 5 ditulis penyampaian pendapat tak boleh dilakukan di kawasan Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro.
Demonstrasi hanya bisa dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar. Sementara kawasan yang dilarang itu berdekatan dengan kantor lembaga seperti Gedung DPRD DIY dan Kantor Pemprov DIY.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) lantas mengajukan laporan ke Ombudsman pada 27 Januari lalu. Dia menduga ada malaadministrasi dalam pembuatan pergub tersebut.
Bahkan pada 16 Februari 2021, koalisi ini melaporkan Sultan ke Komnas HAM atas dugaan pelanggaran HAM terkait Pergub tersebut.
Ketua Ombudsman Perwakilan DIY, Budhi Masturi mengatakan pihaknya menyimpulkan ada dugaan malaadministrasi yang disampaikan melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP), yakni terkait proses pembuatan pergub dan substansi.
"Malaadministrasi itu terjadi manakala substansinya ternyata bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi atau dan kemudian dikhawatirkan menjadi penyebab buruknya pelayanan publik," kata Budhi di kantornya, Sleman, Kamis (21/10).
Budhi mengatakan malaadministrasi terjadi karena Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X serta Biro Hukum Sekretariat Daerah DIY dianggap abai terhadap hak masyarakat untuk berpartisipasi memberikan masukan dalam penyusunan pergub.
![]() |
Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 120 tahun 2016 Pasal 166 menjamin hak masyarakat memberikan masukan secara lisan dan atau tertulis dalam pembentukan peraturan daerah.
Permendagri ini sesuai dengan UU Nomor 12 tahun 2011 Pasal 96 dan UU Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Sementara dalam tahapan maupun alur penyusunan Pergub sebagaimana termaktub lewat Pergub DIY nomor 6 tahun 2016, nihil tahap dan alur keterlibatan masyarakat.
Tahapan penyusunan Pergub sepatutnya diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat dengan menyediakan ruang penyampaian masukan. Terlebih, regulasi itu berhubungan dengan harkat hidup masyarakat.
"Ada banyak pihak yang terdampak dengan kebijakan ini maka menjadi masuk akal, menjadi patut kalau hak itu diberikan juga kepada masyarakat sebelum dilakukan pembahasan atau pengesahan," ucap Budhi.
Berdasarkan hasil investigasi ini ORI menyarankan Sultan HB X meninjau ulang Pergub ini.
Budhi menuturkan bahwa LHP yang diserahkan kepada Pemda DIY memuat saran yang harus ditindaklanjuti oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam jangka waktu 30 hari.
Apabila tidak dijalankan, ORI DIY akan melimpahkan ke ORI Pusat untuk diusulkan sebagai rekomendasi.
"Harapan kami tidak perlu sampai ke rekomendasi mohon dijalankan. Meninjau ulang monggo diartikan sendiri kesimpulannya apakah itu kemudian bisa dilakukan dengan atau tanpa pencabutan (Pergub) lalu diproses lagi, monggo," kata Budhi.
Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda DIY Hari Edi Tri Wahyu Nugroho mengatakan, pihaknya akan mempelajari substansi serta saran yang tercantum dalam LHP dari ORI ini.
"Kami akan laporkan dulu ke pimpinan. Kami pelajari dulu terkait dengan konten maupun saran dari ORI," kata Hari ketika menerima LHP mewakili Gubernur DIY.