Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid untuk bepergian ke luar negeri selama 6 bulan. Lembaga antirasuah telah menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
"Terhitung mulai 7 Oktober 2021 hingga selama 6 bulan ke depan terhadap satu orang saksi atas nama AW [Abdul Wahid]," kata Plt. Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Rabu (27/10).
Upaya pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara tahun 2021-2022. KPK menduga Abdul Wahid mengetahui perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan pencegahan ke luar negeri ini diperlukan agar saat dilakukan pengumpulan alat bukti oleh tim penyidik khususnya ketika dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan, yang bersangkutan tetap berada di Indonesia dan kooperatif memenuhi panggilan dimaksud," ujarnya.
Abdul Wahid sebelumnya sudah diperiksa KPK pada Jumat (1/10). Pemeriksaan itu dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Direktur CV Hanamas, Marhaini.
KPK sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Mereka antara lain, Plt. Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRT) Kabupaten Hulu Sungai Utara sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.
Maliki selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 65 KUHP.
Sementara Marhaini dan Fachriadi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 KUHP.
Kasus dugaan suap ini terungkap setelah tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada pertengahan September lalu.
(ryn/fra)