Seorang perempuan berinisial DS, diduga dimintai sejumlah uang oleh oknum jaksa Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung berinisial A agar suaminya, tersangka kasus pembalakan liar divonis ringan. DS mengaku sudah menyerahkan uang Rp30 juta kepada jaksa tersebut.
Dugaan pemerasan ini bermula pada Agustus 2020 lalu. Kala itu, DS mencoba menghubungi Jaksa A, yang merupakan jaksa penuntut umum yang menangani perkara suami DS, Cecep Fatoni.
DS mendapat nomor kontak Anton dari seseorang. Ia lantas mengirim pesan kepada Jaksa A pada 24 Agustus 2021. Namun pesan singkat Desi melalui WhatsApp itu tak dibalas. Ia pun mencoba untuk menelepon langsung Jaksa A.
"Begitu saya coba telepon, ternyata diangkat. Lalu dia (Jaksa A) minta ketemu di Mie Aceh dan dia juga bilang katanya bawa mobil putih," kata DS beberapa waktu lalu.
Dua hari kemudian, kata Desi, ia bersama anaknya bertemu dengan Jaksa A di kedai Mie Aceh di Tanjungkarang Barat, Kota Bandarlampung. DS datang lebih awal. Beberapa saat kemudian jaksa A tiba.
Jaksa A mengenakan baju putih dengan celana panjang. DS pun mengaku langsung menyampaikan keinginannya kepada Anton. Ia meminta sang suami divonis ringan dalam kasus dugaan pembalakan liar.
"Tolong dibantu pak, supaya vonis suami saya ringan. Kasihan pak, anak saya masih kecil-kecil dan sekolah semua," kata DS.
DS mengaku turut menyiapkan uang jika Anton mau membantu. Namun, Anton menyatakan tak bisa membantu mengurangi vonis suami Desi.
"Enggak bisa bu. Uang suami ibu itu, enggak laku busat saya. Lebih baik berdoa saja, supaya suami ibu divonis ringan dan bisa segera ketemu sama keluarga," jawab Jaksa A kala itu kepada DS.
Mendengar jawaban itu, DS menangis. Ia tetap memohon bantuan kepada jaksa A. Lagi-lagi, Jaksa A menyatakan tak bisa membantu. DS dan anaknya pun pulang. Rumah DS di Desa Kresnomulyo, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu.
Beberapa hari kemudian, DS memberanikan diri menemui Jaksa A di Kantor Kejati Lampung. Ia kemudian diminta untuk ke lantai dua, ruang kerja Jaksa A. DS mengajak seorang anaknya menemani.
DS kembali memohon bantuan kepada Jaksa A untuk membantu suaminya. Menurut DS, Jaksa A kembali tak menyanggupi permintaannya. Pertemuan ini tidak membuahkan hasil. Selang beberapa hari kemudian, DS kembali menemui jaksa A di ruang kerjanya.
"Saya ada dana Rp60 juta pak," kata DS kepada Jaksa A.
"Wah enggak bisa, kalau uang segitu berat karena harus memberikan ke atasannya dan hakim. Ini belah semangka," ujar DS menirukan perkataan Jaksa A saat itu.
DS lantas bertanya berapa uang harus disiapkan agar hukuman suaminya bisa ringan. Menurut DS, jaksa A mematok harga Rp100 juta. Ia pun meminta waktu untuk mengumpulkan uang tersebut.
"Pada saat ketemuan itu, suami saya itu sedang menjalani sidang dakwaan dan pemeriksaan saksi-saksi," ujarnya.
Setelah pertemuan itu, DS mengaku tidak menghubungi Jaksa A selama 10 hari. Ia berusaha mengumpulkan uang Rp100 juta. DS menggadaikan sawah miliknya dan juga menguras semua isi tabungannya.
DS kembali menemui Jaksa A di ruang kerjanya, di Kejati Lampung. Ia sudah membawa uang Rp100 juta yang diisyaratkan Anton. Uang ia simpan terlebih dahulu di dalam mobil.
Ketika ditemui, kata DS, Jaksa A tidak mau menerima uang tersebut dan sempat marah-marah. Menurutnya, Jaksa A tak mau menerima uang itu lantaran Desi terlalu lama.
"Sudah terlambat bu, sudah terlambat," kata DS menirukan ucapan Jaksa A. "Enggak bisa, enggak bisa sudah telat. Udah apa adanya aja," kata Desi lagi menirukan perkataan Anton.
Namun, pada Jumat 4 September 2020, Desi menerima panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Saat itu, DS tak sempat menerima panggilan tersebut. Ia baru tahu ada pesan SMS. Pesan tersebut berasal dari Anton.
"Saya jaksa A, saya WA kok tidak dibalas," demikian pesan tersebut.
DS mengaku kuota internetnya habis, sehingga ia tidak bisa membuka aplikasi WhatsApp. Setelah mengisi kuota internet, DS mencoba membuka aplikasi WhatsApp. Ia menerima pesan dari nomor yang menelepon dan mengirimkan pesan SMS tersebut.
Lalu DS mencoba mengecek foto profil WhatsApp nomor tersebut. Ia mengenali sosok lelaki dalam photo profil WA itu adalah jaksa A. Jaksa A kemudian membalas pesan WA dari Desi tersebut.
"Gimana sudah ada belum? tuntutan minggu depan," kata DS.
DS membalas dan menyatakan sudah menyiapkan uang itu sejak terakhir bertemu dengan jaksa A. Tak lama, jaksa A meminta kepada DS agar suaminya tak banyak bicara.
"Tolong bilang sama suaminya kalau mau dibantu, dan jangan teriak-teriak," ujarnya.
Keesokan harinya, Jaksa A meminta DS untuk menemuinya di area parkiran Kantor Kejati Lampung. Ia diminta membawa Rp70 juta, sementara Rp30 juta ditransfer. Saat itu DS datang bersama anaknya sembari membawa sebagian uang tunai.
DS pun meminta jaksa A mengirimkan nomor rekening untuk mentransfer Rp30 juta. Kemudian dikirim nomor rekening BCA atas nama Abdul Rohman. Setelah percakapan via WA, DS kemudian mentransfer uang Rp30 juta ke rekening tersebut.
Setelah itu, jaksa A kembali meminta Desi menemuinya di area parkiran Kantor Kejati Lampung. Namun, Anton meralat permintaannya. Menurut Desi, Anton meminta agar sisa uang tersebut diantar pekan depan atau sebelum sidang.
Minta Mengirimkan Foto
Selain permintaan uang, kata DS, dalam percakapan via WhatsApp, Jaksa A juga sempat meminta DS mengirim foto. Jaksa A, kata DS, juga kerap melakukan panggilan video call.
"Dia (jaksa A) itu meminta saya, untuk tidak cerita ke siapa pun termasuk ke suaminya. Bahkan, dia juga menawarkan saya mendapat setengah uangnya asalkan saya tutup mulut," kata DS.
Lalu DS membalas pesan WhatsApp itu, mengatakan tidak mengerti maksud permintaan panggilan video call. Orang diduga Anton itu, balik menjawab sepahaman saja mengenai permintaan video call dan foto tersebut. Desi mengaku tidak memenuhi permintaan mengirimkan foto dan video call tersebut.
Melalui pesan WhatsApp itu lagi, kata DS, orang mengaku jaksa A itu mengancamnya lagi apabila permintaannya itu sampai tersebar, katanya, akan mengambil langkah terhadap perkara suaminya.
Kemudian orang mengaku jaksa A ini, kembali meminta ditransfer uang Rp10 juta ke rekening yang sama atas nama Abdul Rohman. Karena pada hari itu Sabtu dan kebetulan tidak membawa kartu ATM, DS pun meminta waktu. Namun orang mengaku jaksa A, langsung marah-marah kepada dirinya.
"Jadi dia (orang yang mengaku jaksa A) ini mengancam ke saya, katanya mau menelepon hakim dan minta hukuman suami saya disesuaikan dengan Pasal yang dikenakan,"ucap Desi.
Tidak hanya itu saja, lanjut DS, orang mengaku jaksa A itu meminta nomor rekening dirinya dan akan mengembalikan uang Rp30 juta yang sudah ditransfer sebelumnya oleh dirinya pada waktu itu.
"Kirim rekening Bu Cecep sekarang. Pasal apa adanya saja saya kasih buat Cecep," tulis pesan orang mengaku jaksa A melalui pesan WhatsApp kepada DS.
Awalnya DS menolak, karena masih berharap agar bisa dibantu. Namun karena orang mengaku jaksa A itu terus memaksa dan mendesak dirinya, Desi pun akhirnya mengirimkan nomor rekeningnya ke orang yang mengaku Anton tersebut.
"Tapi kenyataannya, sampai sekarang ini tidak ada pengembalian uangnya itu ke saya," kata DS.
Laporkan Jaksa Anton
DS pun memutuskan melaporkan kasus penipuan yang diduga dilakukan Jaksa A ke Polres Pringsewu dengan nomor laporan : LP/B-773/IX/2020/Polda LPG/RES Pringsewu tanggal 10 September 2020.
Selama setahun lebih sejak kasus dugaan penipuan itu dilaporkan ke Polres Pringsewu, barulah DS menerima informasi mengenai tindak lanjut kasus dugaan penipuan tersebut. DS mengaku mendapat surat panggilan klarifikasi terkait laporannya dari Polres Pringsewu, pada tanggal 19 Oktober 2021 lalu.
Bersamaan dengan surat pemanggilannya itu, penyidik Polres Pringsewu juga mengirimkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan laporannya. Isi dalam surat itu, ditandatangani Kasat Reskrim Polres Pringsewu, Iptu Feabo Adigo Mayora menjelaskan langkah yang sudah dilakukan polisi.
Selain itu juga, penyidik sudah mengecek ke TKP di BRI Link di daerah Ambarawa, Pringsewu dan telah memeriksa karyawan serta pemilik BRI Link tersebut. Sebagai langkah lanjutan, penyidik Satreskrim Polres Pringsewu akan berkoordinasi dengan pihak bank BCA untuk mengetahui siapa pemilik nomor
rekening atas nama Abdul Rohman.
Selain itu juga, penyidik Satreskrim Polres Pringsewu akan meminta rekening Koran pemilik BRI Link dan langkah terakhir polisi akan mengundang saksi Jaksa A.
"Sabtu tanggal 23 September 2021 lalu, saya diperiksa penyidik Polres Pringsewu. Sekitar lima jam saya dimintai keterangan, penyidik menanyakan kronologis laporan dugaan penipuan itu," terang Desi.
'Vonis Suami Desi Tetap Tinggi', berlanjut ke halaman berikutnya...
Cecep Fatoni, suami Desi tampak terlihat tenang saat mengikuti sidang vonis yang diikutinya secara daring dari Mapolsek Kemiling pada Rabu (23/9/2020) lalu.
Selain Cecep, jaksa A juga mengikuti sidang itu dari tempat yang sama (Mapolsek Kemiling). Tak hanya mereka saja, bahkan DS pun ikut menyaksikan sidang vonis siamunya itu secara daring di tempat tersebut.
Dalam sidang tersebut, jaksa A mendakwa Cecep dengan dakwaan alternatif kesatu dan kedua. Pada dakwaan alternatif pertama, jaksa Anton menjerat Cecep dengan Pasal 94 ayat (1) huruf a juncto Pasal 19 huruf a juncto Pasal 83 ayat (1) huruf a juncto Pasal 12 huruf d Undang-Undang RI nomor 18
Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Menggunakan rentetan pasal tersebut, ancaman hukumannya paling singkat 8 tahun dan paling lama 15 tahun penjara.
Sementara dalam dakwaan alternatif kedua, jaksa A menjerat Cecep dengan Pasal 83 ayat (1) huruf a juncto Pasal 12 huruf d UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Hutan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Kalau hakim menyetujui penggunaan Pasal-Pasal ini, ancaman hukumannya lebih ringan yakni pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Dalam sidang itu, menariknya, jaksa A memilih dakwaan alternatif kedua dalam surat tuntutannya, yang mana hukumannya lebih ringan dari dakwaan alternatif pertama. Dalam sidang itu, Cecep yakni suami Desi dituntut pidana penjara dua tahun enam bulan.
Sementara dalam pertimbangannya, majelis hakim memutuskan memilih dakwaan alternatif kedua, sebagai pembuktian unsur-unsur pidana yang dilakukan terpidana Cecep.
Pada putusannya, majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan bagi Cecep.
Majelis hakim menyatakan, terdakwa Cecep melanggar Pasal Pasal 83 ayat (1) huruf a juncto Pasal 12 huruf d UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan Pemberantasan Hutan Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah mendengar putusan majelis hakim, Cecep dan istrinya DS tidak terima atas putusan tersebut. Keduanya pun marah kepada jaksa A yang saat itu ada di dalam ruangan.
"Saya menanyakan sama Pak jaksa ini, gimana sih pak. Bapak suruh saya cari uang, dan Bapak ini sudah minta uang segini, kami siapkan. Memangnya cari uang itu gampang pak?. Cari uang uang itu susah pak," cecar DS kepada jaksa A.
Pada saat itu, kata DS, jaksa A ini tidak menanggapinya. Kemudian dua anggota polisi yang saat itu ada di ruangan, langsung melerai kegaduhan itu.
"Jadi secara spontan, suami saya juga terbawa suasana dan ikut marah sama jaksa A,"ucapnya.
Kemudian oknum jaksa A tersebut marah-marah dan mengancam suaminya.
"Saya tunggu kamu di luar, saya injek-injek kamu," kata DS menirukan perkataan oknum jaksa A.
Sejak saat itulah, Ia sudah tidak lagi menghubungi oknum jaksa A tersebut karena merasa kesal.
Jaksa Anton Diduga Intimidasi Wartawan
Jurnalis Ahmad Amri, seorang pewarta dari media online Suara.com,mengalami intimidasi dan diancam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) oleh Jaksa A. Amri mencoba mengkonfirmasi terkait dugaan menerima uang dari keluarga terpidana kasus illegal logging (pembalakan liar).
Dugaan intimidasi itu dialami Amri, di kantor Kejati Lampung, Jumat (22/10/2021).
Amri menceritakan, ia mengalami intimidasi dan diancam bakal dijerat dengan UU ITE saat akan melakukan konfirmasi ke Anton. Konfirmasi itu dilakukannya, karena sebelumnya ia mendapat informasi oknum jaksa Anton itu diduga menerima uang dari keluarga berperkara terpidana kasus illegal logging.
"Saya dapat informasi itu dari DS, istri terpidana kasus illegal logging tersebut. Istri terpidana ini mengaku, sudah memberikan sejumlah uang ke seseorang yang mengaku jaksa A. Uang itu, untuk meringankan hukuman suaminya yang sedang menjalani sidang kasus illegal logging," kata Amri kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (23/10).
Kemudian, Amri berupaya mengonfirmasi hasil wawancaranya untuk meminta jawaban ke jaksa A. Nomor kontak jaksa A yang dimiliki Amri sama juga dengan nomor yang didapat didapat DS tersebut.
"Melalui pesan WhatsApp saya coba menghubungi jaksa A untuk mengkonfirmasikan hal itu, tapi pesan yang saya kirimkan tidak dibalas meski pesan itu diduga sudah dibaca,"ujarnya.
Karena pesan itu tidak mendapat respons balasan, lanjut A, Jumat (22/2021), pagi kemarin Ia pergi ke Kantor Kejati Lampung untuk menemui Kasi Penkum Kejati, I Made Agus Putra.
"Ketika saya sedang menunggu di ruangan Press Room Kejati Lampung, saya melihat jaksa A sedang berjalan keluar dari kantor Kejati Lampung. Lalu saya berusaha menghampirinya untuk saya konfirmasi terkait dugaan penerimaan uang tersebut," paparnya.
Begitu ditemui, jaksa A mengajak dirinya ke ruangannya di lantai 2 gedung Kejati Lampung. Namun Jaksa A juga, meminta dirinya untuk menitipkan barang bawaannya termasuk ponsel serta tas miliknya di Pos penjagaan.
"Iya ke ruangan saja, simpan dulu HP dan barang-barang kamu karena aturannya tidak boleh bawa HP ke dalam ruangan gedung Kejati Lampung," kata Amri menirukan ucapan jaksa Anton.
Ia sempat menolak ponselnya harus diititipkan karena bagian dari alat kerjanya sebagai wartawan. Akhirnya, ia terpaksa menitipkan barang bawaannya ke pos penjagaan dan pergi menuju ke ruang Anton
Setelah berada di dalam ruangan Jaksa A, kata Amri, oknum jaksa A mengintimidasi dirinya dan mengatakan sudah men-screenshoot pesan WA yang dikirimkannya dan pesan itu sudah dikirimkan ke petugas Polda Lampung.
Sementara Ia tidak beri kesempatan dengan oknum jaksa A ini, untuk menyampaikan informasi yang didapatkannya supaya jelas permasalahannya.
"Jaksa A bilang, kalau pesan WA yang saya kirimkan sudah screenshoot. Katanya saya bisa dikenakan UU ITE. Dia (A) ini juga mengatakan, katanya nanti akan ada orang yang menelepon saya," ucapnya.
Selain itu,oknum jaksa A mengaku sudah mencari dirinya bersama dua orang, karena pesan WhatsApp yang pernah dikirim oleh dirinya sebelumnya. Padahal, pesan itu permintaan konfirmasi mengenai dugaan jual beli perkara yang disinyalir melibatkan Anton.
"Saya sudah bawa dua orang cari kamu, tapi enggak ketemu," kata Amri menirukan ucapan jaksa A.