Pada 21 Juli, rombongan diajak Jarwo ke Gedung DPR. Di sana, mereka bertemu Azis dan menyampaikan proposal alokasi tambahan DAK Kabupaten Lampung Tengah.
"Terus pak Jarwo menyampaikan ke pak Azis: 'Ini pak ada teman-teman dari Lampung Tengah.' Waktu itu saya mau ngomong banyak, tapi pak Azis bilang Lampung Tengah ya? 'Iya, pak. Masalah DAK'. Pak Jarwo yang jawab," tutur Taufik.
"Dapat kayaknya kalau enggak salah 25 [miliar]," ucap Taufik menirukan Azis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pas disampaikan 25 nunjukkin catatan atau gimana?" tanya jaksa.
"Pak Azis itu ngeluarin catatan dari kantong, dia bilang kayaknya ada ini Lampung Tengah 25. 'Nah, waktu itu, apa enggak bisa ditambah lagi?' 'Oh, ini sudah tinggal ketok palu. Karena masih ada rapat pak Azis pergi, kami pulang. Pas di jalan, pak Jarwo kasih tahu Lampung Tengah dapat 25," kata Taufik.
Setelah itu, Taufik bersama rombongan balik ke Hotel Veranda. Tak lama kemudian, Aliza menghubunginya untuk mempermasalahkan alasan di tengah jalan pihak Lampung Tengah memakai bantuan Jarwo bukan dirinya. Beberapa waktu selanjutnya, Taufik dan Aliza bertemu di Hotel Borobudur.
"Akhirnya ketemu lah pas saya ke Hotel Borobudur, ketemu agak emosi. Kenapa kok awal ketemu Aliza terus di tengah jalan ganti orang sama Jarwo?" ucap Taufik.
"Saya kasih tahu ceritanya bahwa kami setelah ketemu kami lapor ke pak Mustafa-- saya kan anak buah-- untuk nemuin pak Jarwo. Kalau kata Aliza Pak Jarwo itu orang lapangan dia enggak ngerti masalah gini. Kalau masalah gini, masalah yang agak teknis ini urusan saya [Aliza]," terang Taufik.
"Yang nyampaikan urusan uang ada?" lanjut jaksa.
"Enggak spesifik menyebut uang. Intinya itu. Saya bilang saya enggak ikut-ikut, selesaikan aja lah antara pak Aliza dengan pak Jarwo. Setelah itu saya pulang," imbuhnya.
Kemudian pada 22 Juli, Aliza menyambangi Hotel Veranda di mana Jarwo ikut menginap bersama rombongan Taufik. Aliza dan Jarwo sama-sama menyampaikan bahwa mereka telah berhasil mengurus DAK Kabupaten Lampung Tengah dan meminta komitmen.
"Mereka bilang intinya mana komitmennya, saya bilang ke teman-teman, gambaran awal kan dijanjiin dapat DAK 90-an miliar ternyata 25 [miliar]. Waktu itu uangnya belum ada. Mungkin enggak terlalu banyak," kata Taufik.
"Gimana saksi tahu ada pengurusan uang fee?" tanya jaksa.
"Waktu ketemu Aliza dikasih tahu bahwa dia bisa membantu mengurus DAK itu terus ada commitment fee 8 persen," jawabnya.
"8 persen dari Rp25 miliar sekitar berapa?" ujar jaksa.
"Sekitar Rp2 miliar. Awalnya kan [DAK] 90-an miliar tapi ketemu 25, saya sampaikan Rp2 miliar. Begitu Rp2 miliar, mereka langsung nyiapin, waktu itu belum cukup, Aan menghubungi staf yang lain untuk menyiapkan uang [komitmen]," tutur Taufik.
Adapun sumber uang komitmen Rp2 miliar berasal dari Darius, para rekanan proyek, hingga pegawai di instansi Kabupaten Lampung Tengah.
"Teman-teman ini yang menyerahkan ke Aliza," terang Taufik.
Sebelumnya, Aliza sempat mengaku tak tahu kaitannya dengan kasus Azis.
"Saya malah bingung karena saya sudah 3 tahun di Lampung meninggalkan kegiatan politik di Jakarta, saya malah enggak tau apa kaitannya" kata Aliza saat dihubungi, pada Maret 2021.
Duduk sebagai terdakwa dalam persidangan ini adalah Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain. Berdasarkan surat dakwaan, Robin dan Maskur mencapai kesepakatan untuk mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza asal diberi imbalan uang sejumlah Rp2 miliar dari masing-masing orang yaitu Azis dan Aliza dengan uang muka Rp300 juta. Namun, uang yang teralisasi baru mencapai Rp3,1 miliar.
(ryn/arh)