LIPUTAN KHUSUS NATUNA

Natuna, Surga di Utara dan Titik Panas Kedaulatan Indonesia

CNN Indonesia
Kamis, 18 Nov 2021 07:30 WIB
Kaya sumber daya Alam, Natuna jadi incaran negara-negara lain. Sebagai wilayah terdepan, Natuna juga jadi pertaruhan kedaulatan Indonesia.
KRI Teuku Umar usai patroli di Laut Natuna Utara pertengahan Oktober 2021. (CNN Indonesia/Hamka Winovan)

Manuver kapal-kapal asing di Perairan Natuna Utara itu adalah pelanggaran serius terhadap hak berdaulat Indonesia. 

Pakar aspek teknis hukum laut, I Made Andi Arsana menjelaskan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 mengizinkan setiap negara memiliki laut.

Wilayah laut negara terdiri dari laut teritorial sejauh 12 mil laut, zona tambahan sejauh 24 mil laut, serta ZEE sejauh 200 mil laut dari garis pangkal yang menjadi titik laut teritorial diukur.

"Ada (juga) namanya landas kontinen, itu bisa lebih dari 200 mil laut. Kalau kita bicara air laut, itu sampai 200 mil laut, tapi kalau landas kontinen atau dasar lautnya bisa lebih dari itu," kata Andi beberapa waktu lalu.

Andi tak menampik Indonesia memiliki tumpang tindih wilayah perairan dengan sejumlah negara. Untuk Natuna, kata Andi, tumpang tindih perairan Indonesia terjadi dengan Vietnam dan Malaysia terutama terkait batas-atas ZEE. Sementara terkait delimitasi batas landas kontinen, Andi menyebut sudah tak ada persoalan dengan Malaysia dan Vietnam.

Sayangnya, persoalan dengan China lebih rumit dari sekadar penetapan perbatasan sebagaimana diatur UNCLOS. Wilayah Laut Natuna Utara 'dicaplok' China lewat klaim yang mereka sebut nine dash line itu.

Persoalan dengan China lebih rumit karena China tak menggunakan UNCLOS 1982 dalam menetapkan batas-batas maritimnya. 

China hanya memakai pendekatan sejarah. Padahal, menurut Andi, apabila berpatokan pada ketentuan hukum laut versi UNCLOS, wilayah perairan China tak akan sampai ke Laut Natuna Utara.

"Nine dash itu kalau kita lihat dia senggol landas kontinen dan ZEE kita. Jadi bisa jadi itu kapal riset mereka itu, bisa jadi mondar-mandir di (wilayah) klaim mereka itu," katanya.

Hak Berdaulat RI

Terlepas dari kerumitan sengketa dengan China, pemerintah Indonesia diminta tetap harus bersikap tegas. Dengan delimitasi landas kontinen yang sudah jelas, keberadaan kapal-kapal Vietnam dan China di wilayah landas kontinen hingga ZEE Indonesia, dapat dianggap sebagai pelanggaran hak berdaulat terhadap Indonesia.

CEO IOJI Mas Achmad Santosa mengatakan pemerintah bisa mengusir ataupun menangkap kapal-kapal ikan asing yang menangkap ikan di Laut Natuna Utara yang masuk wilayah ZEE Indonesia.

"Itu bagian hak berdaulat kita. kalau orang lewat boleh saja, tapi kalau sudah lama berhenti berhari-hari, menurut saya boleh dikatakan enggak bisa kita bilang enggak ada masalah, ini yang disebut dengan keamanan laut kita, maritime security kita," kata Ota.

Andi pun mengingatkan bahwa Indonesia punya legitimasi untuk bertindak di wilayah ZEE. Dia menyebut UNCLOS 1982 telah memberikan hak eksklusif kepada negara pantai di perairan teritorial, ZEE, hingga landas kontinen.

Hak-hak itu mencakup hak mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya perikanan serta minyak dan gas yang berada di wilayah tersebut, sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982.

Dengan hak-hak tersebut, Andi mengatakan negara lain yang ingin menangkap ikan, eksplorasi maupun eksploitasi migas, hingga penelitian atau riset harus mendapat izin dari negara yang bersangkutan, dalam hal ini pemerintah Indonesia.

"Tidak boleh sama sekali, tidak boleh nangkap ikan dan macam-macam. Dia juga tidak boleh melakukan penelitian ilmiah kelautan tanpa izin kita. Seperti survei itu tidak boleh tanpa izin kita," katanya.

Andi pun mengingatkan pemerintah segera menyelesaikan masalah tumpang tindih ruang laut tersebut. Khusus dengan Vietnam, menurutnya, Kementerian Luar Negeri aktif merundingkan masalah ini. Mereka rutin menggelar pertemuan dengan pihak Vietnam.

"Hak kita tumpang tindih dengan Malaysia dan Vietnam, itu harus diselesaikan dulu, itu belum selesai sampai saat ini, jadi batas air ya (ZEE), kalau batas dasar laut sudah," ujarnya.

Persoalan serius ketika berhadapan dengan China. Selain menggunakan dasar hukum yang berbeda, persoalan dengan China di Natuna kerap tak diakui oleh pemerintah.

"Yang kemarin aja intrusi kapal survei Tiongkok, Pemerintah RI tidak berani protes secara terbuka. Ke depan nanti akan seperti itu terus. Kapal Coast Guard Tiongkok, militer Tiongkok, kapal survei, kapal ikan maritim militia, kemungkinan masih akan keluar masuk Laut Natuna Utara," kata Imam Prakoso.

(fra/yoa/wis)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER