Gerindra-PKS Ngotot Permendikbud Cegah Kekerasan Seksual Diubah
Partai Gerindra dan PKS kukuh menyebut peraturan pencegahan kekerasan seksual di kampus melegalisasi zina meski itu tak tertuang secara tertulis di dalamnya.
Sebelumnya, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi menuai polemik lantaran mengatur soal prinsip persetujuan (consent) sebagai tolok ukur kekerasan seksual.
"Pengaturan mengenai sejumlah jenis kekerasan seksual dalam Permendikbudristek ini (pasal 5) yang menyebutkan bahwa aktivitas seksual disebut kekerasan seksual karena tidak mendapat persetujuan korban, bahkan tidak memandang penting nilai-nilai agama yang telah dianut dan diyakini masyarakat Indonesia," kata Anggota Komisi X DPR RI Fraksi Gerindra Himmatul Aliyah, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).
"Alih-alih mencegah kekerasan seksual, Permendikbudristek ini justru membiarkan aktivitas seksual di lingkungan kampus yang bertentangan dengan nilai-nilai agama," imbuh dia.
Dirinya menghormati maksud Permendikbudristek ini, yakni sebagai upaya menciptakan kehidupan kampus yang bebas dari kekerasan seksual. Ia pun mendesak Mendikbudristek Nadiem Makarim merevisi aturan tersebut agar sejalan dengan nilai-nilai agama.
"Namun demikian, saya berpandangan bahwa Permendikbud ini mengabaikan nilai-nilai agama sebagai pendekatan dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di perguruan tinggi," ujar Himmatul.
Senada, Ketua Dewan Syuro DPP Partai Keadilan Sejahtera Salim Segaf Al-Jufri menyebut pasal 5 ayat (2) huruf l dan m peraturan itu menjelaskan pengertian tentang kekerasan seksual yang dibatasi harus tanpa persetujuan korban.
Bila ada persetujuan atau saling suka sama suka, dia menilai itu tidak dikategorikan ke dalam bentuk kekerasan seksual.
"Covernya itu indah. Seperti Permendikbudristek. Jadi, judulnya memang bagus tentang pencegahan penanganan kekerasan sensual di perguruan tinggi, bagus judulnya. Coba baca isinya," kata Salim di Kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (10/11).
"Ini sesuatu Permen yang bertentangan dengan Pancasila, norma agama, budaya. Kalo ini yang terjadi, sesuatu yang membuat kita prihatin," ujar Salim.
Himmatul dan Salim pun menyebut pendidikan Indonesia seharusnya berdasarkan pada agama, iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
"Tujuan pendidikan kita ini kaitan dengan masalah yang mendasar, masalah agama, masalah Iman, dan taqwa itu sendiri. Jadi penting, penting, dan penting," kata dia.
Terpisah, eks Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengaku kecewa dengan Nadiem akibat peraturan itu. "Saya juga agak kecewa itu pada Mendikbud," kata dia, di kantor DPP PKS, Jakarta, Rabu (10/11).
"Dan dia harus mengerti ajaran agama. sehingga ga keluar ke mana-mana. Sekarang milenial saja enggak mengerti agama. Banyak rusak moral," kata dia.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Nizam menyebut tak satu kata pun di Permendikbud itu yang melegalkan perzinaan di lingkungan Perguruan Tinggi.
"Tidak ada satu pun kata dalam Permen PPKS ini yang menunjukkan bahwa Kemendikbudristek memperbolehkan perzinaan. Tajuk diawal Permendikbudristek ini adalah 'pencegahan', bukan 'pelegalan'," kata dalam keterangan tertulis, Senin (8/11).
Ia mengatakan aturan tersebut diterbitkan dengan fokus untuk melakukan pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
"Kebanyakan dari mereka takut melapor dan kejadian kekerasan seksual menimbulkan trauma bagi korban. Hal ini menggambarkan betapa mendesaknya peraturan ini dikeluarkan," ujar dia.
Nizam pun mengatakan aturan tersebut tetap mengedepankan soal moralitas dan akhlak mulia.
"Moral dan akhlak mulia menjadi tujuan utama pendidikan kita sebagaimana tertuang dalam UUD, UU 20/2003, UU 12/2012, dan berbagai peraturan turunannya. Termasuk Permendikbud No 3/2020 ttg standar nasional pendidikan tinggi," tutupnya.
(rzr/dmi/arh)