Sebanyak 14 poin resmi diusulkan Komisi III DPR RI dalam RUU Kejaksaan. Poin pertama adalah standar perlindungan terhadap Jaksa dan keluarganya yang disesuaikan dengan standar perlindungan profesi yang diatur dalam United Nation Guidelines on the Rule of Prosecutor dan International Association of Prosecutor (IAP).
"Mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh.
Kedua adalah penyempurnaan mengenai aturan intelijen penegakan hukum berdasarkan undang-undang mengenai intelijen negara. Poin ketiga adalah penyempurnaan mengenai kewenangan Jaksa dalam mengawasi barang cetakan dan multimedia. Perkembangan teknologi menjadi pertimbangan usulan DPR RI untuk memperbaiki kewenangan ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 6-13-20/PUU/VIII/2010 menyatakan kejaksaan mengamankan barang cetakan melalui proses peradilan.
"Mengingat perkembangan teknologi, maka termasuk di dalamnya (barang diamankan) melaksanakan pengawasan multimedia," kata Pangeran.
Poin keempat, DPR mengusulkan agar pengaturan mengenai fungsi Advocate General bagi Jaksa Agung. Pangeran menyebut dalam fungsinya Jaksa Agung bisa bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara di bidang perdata, tata usaha negara, ketatanegaraan di semua lingkungan peradilan dan Mahkamah Konstitusi.
Kelima, DPR mengusulkan adanya penyempurnaan mengenai kewenangan jaksa dalam melakukan mediasi penal dalam kerangka sistem peradilan pidana. Keenam DPR mengusulkan penyempurnaan aturan mengenai kewenangan kejaksaan dalam melakukan penyadapan yang dilakukan dalam penegakan hukum.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Poin ketujuh, DPR mengusulkan agar aturan mengenai kewenangan kejaksaan untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, melakukan penyelidikan dan penyidikan, serta penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan militer juga disempurnakan.
Sementara, pada poin kedelapan, DPR mengusulkan agar aturan mengenai kewenangan kejaksaan menggunakan denda damai disempurnakan. Hal ini berlaku pada tindak pidana ekonomi.
DPR juga mengusulkan penyempurnaan mengenai penundaan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) khusus agar pelaksanaan tugas dan wewenang menjadi lancar. Pada poin kesepuluh, DPR mengusulkan agar penyelenggaraan kesehatan yustisial kejaksaan guna mendukung tugas dan fungsi kejaksaan disempurnakan.
Pada poin ke sebelas, pengaturan soal sumber daya manusia kejaksaan juga disempurnakan. DPR juga menyarankan agar pengaturan kewenangan kerjasama kejaksaan dengan penegak hukum dari negara lain maupun organisasi internasional disempurnakan.
Hal ini mengingat karena kejaksaan merupakan Local Point pada lembaga internasional seperti mengingat kedudukan kejaksaan sebagai Focal Point pada lembaga International Association of Anti Corruption Authorities (IAACA), International Association of Prosecutor (IAP), dan forum jaksa agung China-ASEAN.
Sementara, pada poin ketigabelas, DPR juga mengusulkan agar aturan mengenai pemberian pertimbangan dan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi soal ada atau tidaknya pelanggaran hukum disempurnakan.
"(baik)yang sedang atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik maupun memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan," ujar Pangeran.
Terakhir, DPR mengusulkan agar peran kejaksaan dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan negara dalam keadaan mendesak seperti, bahaya, darurat sipil, militer, dan perang ditegaskan.