Sopar pun kembali lagi ke rumah R pada 6 Oktober 2021. Namun, kedatangannya itu didampingi oleh puluhan orang yang berjumlah sekitar 30 untuk mengusir R.
Darmon, selaku kuasa hukum R mengatakan perlakuan yang dilakukan tersebut tak sesuai dengan prosedur dan janggal. Seharusnya, eksekusi tersebut dilakukan lewat jalur pengadilan.
"Tapi ini agak lucu dan aneh, mereka lakukan eksekusi diluar jalur pengadilan. Kami anggap Ini adalah eksekusi premanisme," kata Darmon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka melakukan cara di luar prosedur hukum yang diatur. Mereka lakukan premanisme untuk melakukan pengosongan rumah itu," sambungnya.
Pasrah Diusir Paksa
R dan keluarganya pun ketakutan dan merasa terintimidasi apalagi saat itu terdapat Bayi yang berusia 5 bulan dan anak 9 tahun. R pun mengalah dan meninggalkan rumah tanpa sempat membawa harta bendanya.
"Karena takut ibu R ini minta perlindungan ke Polsek Cipondoh. Oleh Polsek Cipondoh karena perkara ini dianggap di bagian Harda (Harta Benda) kemudian Polsek tidak memberikan perlindungan sebagaimana yang dimintakan," kata Darmon.
"Diarahkan lah ibu ini ke Polres Metro Tangerang Kota, karena berdasarkan arahan kesana untuk minta perlindungan hukum namun itu tidak diberikan kemudian diarahkan ibu ini untuk buat laporan polisi," sambungnya.
Saat membuat laporan polisi, pasalnya dibatasi. Pasal yang disangkakan saat itu hanya 335 tentang perbuatan tidak menyenangkan.
Kemudian, R diminta oleh polisi di Polres tersebut untuk membuat surat pernyataan untuk mengosongkan rumah dengan rentang waktu 14 hari.
"Ketika ibu ini kembali ke rumahnya dimana rumahnya sudah dalam keadaan gelap, lampu listrik sudah dipadamkan dan gerbang di gembok pakai rantai," kata Darmon.
R mengaku masih ada barang didalam rumah tersebut. Selain itu terdapat juga sertifikat, perhiasan, perabotan.
R pun mengaku sempat diancam untuk tak melibatkan pengadilan dan pengacara dalam permasalahan tersebut.