Terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional SPN Banten Intan Indria Dewi mengaku akan menggugat Surat keputusan (SK) Gubernur Banten Wahidin Halim terkait besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).
Pasalnya, SK itu masih menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan turunan UU Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.
"PP 36 adalah peraturan turunan dari UU ciptaker, yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK, maka kita akan mengajukan gugatan terhadap gubernur terkait SK tersebut," kata dia, Rabu (8/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menyinggung ucapan Wahidin Halim yang menyatakan pengusaha lebih baik mencari pekerja baru jika buruh tetap menolak UMK.
"Seharusnya pemerintah yang benar, ketika ada seperti ini maka duduk bersama dan membicarakan terkait baiknya seperti apa, bukan membuat statement kontroversi yang juga melukai kami, buruh, yang notabene juga rakyat Banten," cetusnya.
Wahidin sendiri bersikukuh tidak akan merevisi UMK delapan kabupaten dan kota di wilayahnya. Ia pun khawatir pengusaha akan memindahkan pabriknya ke luar Banten jika Jika buruh bersikukuh berdemonstrasi hingga 10 Desember.
"Tentu mereka (buruh) juga yang akan menerima dampak negatifnya kalau para pengusaha di Banten, banyak yang melakukan eksodus ke daerah lain," kata dia, dalam rilis resminya, Rabu (8/12).
Mantan Walikota Tangerang dua periode dan eks Anggota DPR itu mengklaim kalau penetapan UMK berdasarkan pembahasan antara perwakilan buruh di dewan pengupahan, dengan pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta mengikuti PP nomor 36 tahun 2021.
"Tentunya juga mempertimbangkan berbagai hal, seperti kondisi perekonomian daerah, inflasi dan lain-lain," terangnya.
(cfd/ynd/arh)