Operasi Jaring Merah dan Orang-orang Aceh yang Hilang

CNN Indonesia
Jumat, 10 Des 2021 14:38 WIB
Masih ada warga Aceh trauma dan menanti kejelasan usai anggota keluarganya dihilangkan dalam operasi militer operasi jaring merah dengan dalih melawan GAM.
Foto: Unsplash/Pixabay

Kesulitan demi kesulitan terus berdatangan dalam kehidupan Rodi setelah ayahnya dihilangkan. Cap 'orang GAM', 'separatis', 'pemberontak' yang disematkan pada keluarganya membuat semuanya pelik.

Apalagi, saat itu, uang yang tersisa hanya Rp10.000, beras sebambu dan sewa rumah yang memasuki masa tenggat pembayaran.

Kakaknya yang baru tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP), Indra Gunawan terpaksa harus menjadi tulang punggung keluarga menggantikan Ramli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena harus mencari nafkah untuk Rodiansyah yang masih duduk di bangku 5 SD, ibunya dan adiknya, Indra pun tak melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

"Saat Bapak kami diambil, mengadu ke tetangga tidak ada respons. Mama dan Abang mati-matian penuhi kebutuhan ekonomi kami," ucapnya.

Tahun 2001, KontraS mengajak ibu Rodiansyah untuk menghadiri pertemuan bersama Komite Keamanan Bersama (Joint Security Committee). Dari cerita ibunya, dalam pertemuan itu, pemerintah berjanji bahwa anak-anak korban konflik akan difasilitasi pendidikannya.

"Janji Pemerintah. Entah itu repatriasi, atau diberi pelatihan. Pokoknya kelayakan untuk korban konflik diperhatikan. Saya berharap janji itu dipenuhi dan Bapak kami dikembalikan," ucapnya.

Namun, ayahnya belum juga dipulangkan.

Berbagai tawaran bantuan pun mulai bermunculan, misalnya dari Badan Reintegrasi Aceh (BRA). Rodi menjelaskan, bantuan yang ditawarkan semacam dana diyat [dana kematian untuk keluarga korban konflik]. Namun, lagi-lagi, dana yang diberikan tak sesuai besaran yang seharusnya.

"Ada dokumennya tertulis 5.000.000, tapi nerima hanya 200.000. Itu terjadi setelah tsunami Aceh," ujarnya.

Terkait, bantuan dana Pendidikan, Rodi juga mencoba mengajukan proposal beasiswa ke BRA dengan harapan bisa melanjutkan sekolah ke jenjang perguruan tinggi. Namun, proposalnya itu dimasukan ke dalam tong sampah bersama tumpukan proposal yang lain.

"Dari BRA lagi. Kami buatlah proposal untuk beasiswa, biar anak-anak bisa sekolah. Setelah kasih berkas ke kantor itu, berkasnya ditaruh di tong sampah, kami lihat sendiri. Setelah protes, ditaruh di atas meja. Sampai sekarang enggak ada tanggapan," ujarnya.

21 tahun, Rodi masih tak ahu ayahnya di mana dan bagaimana kondisinya. Bahkan, ia tak tahu apakah ayahnya masih hidup atau tidak selama 'dipinjam' dan tak pernah dikembalikan.

Berlanjut ke halaman berikutnya...

Orang Hilang di Aceh, Tak Kunjung Kembali

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3 4
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER