Rodi tak sendiri, masih ada warga Aceh menunggu anggota keluarganya dikembalikan. Ema Susanti misalnya, ia masih berharap hal yang sama atau paling tidak ia mengetahui kejelasan hidup dan mati ayahnya, Zulkifli. Meskipun ia tak yakin jika ayahnya masih hidup.
"Ayah kami sudah hilang sejak 21 tahun lalu. Damai sudah belasan tahun, enggak mungkin Ayah enggak pulang ke rumah jika masih hidup. Dengan dunia yang sudah sedemikian canggih," kata Ema lewat konferensi Zoom, Minggu (5/12).
Kalau seandainya lupa dengan alamat, dia pasti sudah share foto di Facebook atau Instagram, tolong bilang keluarga untuk jemput. Kami selalu aktif di media sosial. Walau kemungkinan itu sangat kecil, kami masih berharap," tambahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbeda dengan Ramli, ayahnya Ema aktif di beberapa organisasi dan seorang Geuchik atau Kepala Desa di Rembele, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Ayah Ema, Zulkifli bahkan aktif di Partai Golkar sebagai simpatisan, salah satu partai besar selama orde baru sampai saat ini.
Namun, keaktifannya itu tak bisa menyelamatkan Zulkifli dari tuduhan 'pemberontak negara' secara bertubi-tubi. Tahun 1995, saat Soeharto masih memberlakukan Daerah Operasi Militer (DOM), Zulkifli diculik dan dibawa ke Kota Bireuen dengan tuduhan terlibat DI/TII.
Namun, tuduhan itu lemah dan Zulkifli dipulangkan. Pada 20 Februari 2000, Zulkifli kembali diculik saat hendak pergi ke Desa lain untuk mengambil uang kopi sebesar Rp18 juta. Selain aktif berorganisasi dan simpatisan partai, Zulkifli juga seorang petani kopi.
Menjelang pergantian waktu siang ke malam, Ema resah lantaran Zulkifli tak kunjung pulang. Sementara, berdasarkan pengakuan teman ayahnya, Zulkifli sudah pulang membawa uang tersebut.
"Uangnya sudah diberikan ke Ayah, dan bon bukti penerimaannya pun ada. Sudah ditandatangin Ayah, bahwa uang itu sudah betul-betul diambil. Malam itu, kami usaha cari-cari. Mama masih ada dan sakit. Sering serangan jantung. Mama enggak kasih tahu dulu," kata Ema.
Selama 12 jam ia menunggu namun sang ayah tak kunjung datang. Ia pun memberi tahu ibunya dan langsung bergegas ke Gampong (Desa) Pondok Baru untuk meminta bantuan. Desa itu berjarak 20 kilometer dari tempat tinggalnya.
Di sana ia menemui kerabatnya yang juga seorang Koramil. Namun, tak berbuah hasil.
Keesokannya, Ema juga bergegas lagi ke pos militer unit 121 di Gampong Pante Raya. Ema melapor bahwa sudah lebih dari 24 jam ayahnya hilang. Namun, salah satu anggota militer itu mengatakan bahwa Zulkifli memang diincar karena dianggap anggota GAM. Sampai saat ini, unit 121 masih mencari Zulkifli.
"Kami punya laporan bahwa, Pak Geuchik Gampong Rembele (Pak Kepala Desa Rembele) adalah anggota GAM. Anggota kami sudah berangkat untuk menangkap Ayah saya ke Gampong Rembele," kata anggota militer itu saat itu ditirukan oleh Ema.
Ema semakin bingung, ke mana ayahnya diculik. Ia lantas pulang ke rumah. Sesampainya di sana, ia kaget rumahnya tengah diobrak-abrik oleh militer.
"Saya enggak peduli lagi orang itu mau bilang apa. Saya langsung pulang ke rumah. Sampai rumah, Mama saya lagi nangis. Militer sudah penuhi rumah saya. Grebek rumah kami habis-habisan. Semua pakaian di lemari sudah dilempar ke luar semua. Dengan alasan untuk mencari Ayah saya. Padahal Ayah sudah hilang sejak kemarin," bebernya.
"Yang datang dua mobil militer, ada puluhan anggota. Keluarga kami masih trauma sampai sekarang. Karena enggak ada bukti apapun bahwa Ayah terlibat dengan GAM, mereka akhirnya pulang," lanjutnya.
Berlanjut ke halaman berikutnya...