Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI memberikan syarat untuk mendukung pengesahan Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Dari sembilan fraksi di DPR RI periode ini, bisa dikatakan pembahasan RUU TPKS salah satunya terganjal sikap fraksi PKS.
Ada syarat yang dituntut fraksi PKS untuk terkait materi dari RUU TPKS itu. Syarat itu disampaikan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Mulyanto saat merespons Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang berharap RUU TPKS segera disahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia berkata, syarat yang diberikan fraksinya ialah RUU TPKS harus memuat pasal soal penyimpangan seksual serta perzinahan.
"Sikap PKS sendiri menolak [penyimpangan seksual dan perzinahan]. PKS ingin dimasukkan pasal-pasal terkait dengan penyimpangan seksual dan perzinahan. Jadi sekaligus jadi tiga [yakni] kekerasan seksual, penyimpangan seksual, dan perzinahan," kata Mulyanto saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (5/1).
Dia menjelaskan, syarat yang disampaikan fraksinya tersebut sebenarnya sudah disampaikan dalam pembahasan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR di Baleg DPR.
Namun, menurutnya, syarat yang disampaikan PKS itu ditolak. Selanjutnya, lanjut Mulyanto, PKS akan kembali mengajukan syarat tersebut dalam pembahasan RUU TPKS menjadi UU.
"Sudah kami usulkan namun tidak diterima. Akan diusulkan lagi," kata Mulyanto.
Mulyanto menerangkan posisi fraksinya sebetulnya tidaklah menentang seluruh materi RUU yang semula bernama Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) itu. Ia menegaskan materi yang ditolak pihaknya dari RUU TPKS karena tidak memuat pasal soal penyimpangan seksual dan perzinahan.
Menurutnya keberadaan dua pasal tersebut penting karena belum diatur di Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) selama ini.
"Kami tidak menentang isinya, semua itu sudah bagus, memberikan hukuman atau sanksi yang keras bagi pelaku kekerasan seksual. Namun, kami ingin memasukan dua hal terkait perzinahan dan penyimpangan seksual," ucap Mulyanto.
Sebelumnya desakan agar RUU TPKS--yang sebelumnya disebut RUU PKS (penghapusan kekerasan seksual)--datang dari sejumlah pihak terutama kelompok pemerhati hak perempuan. Diketahui pembahasan RUU itu mandek di DPR sejak 2016 silam.
Desakan pun menguat tahun lalu seiring merebaknya ke permukaan banyak kasus-kasus pelecehan hingga pemerkosaan yang mentok di mata penegak hukum. Dan, di rapat paripurna akhir 2021, DPR pun tak jua mengesahkan RUU itu sebagai inisiatif lembaga legislatif tersebut dengan dalih persoalan teknis
Awal pekan ini, di awal 2021, Jokowi pun buka suara terkait RUU TPKS. Dia berharap RUU itu segera dibahas dan disahkan agar korban kekerasan seksual mendapat perlindungan dan kepastian hukum.
"Saya harap RUU TPKS ini segera disahkan sehingga dapat memberikan perlindungan secara maksimal bagi korban kekerasan seksual di Tanah Air," kata Jokowi, Selasa (4/1).
Merespons pernyataan Jokowi itu, Ketua DPR RI Puan Maharani menjamin pada rapat paripurna perdana tahun ini atau pascareses, pihaknya bakal mengesahkan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR.
"Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sudah merampungkan pembahasan RUU TPKS. Pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR akan dilakukan dalam rapat paripurna setelah reses," kata Puan dalam keterangan resminya, Rabu.
Sebagai informasi, DPR tengah menjalani masa reses sejak 17 Desember 2021 hingga 10 Januari 2022 mendatang. DPR akan kembali memasuki masa sidang dan menggelar Rapat Paripurna perdana pada tahun ini pada Selasa (11/1).
(mts/kid)