Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengungkapkan proyek strategi nasional (PSN) menyebabkan 38 konflik agraria sepanjang 2021. Jumlah itu mengalami lonjakan sebanyak 123 persen dari tahun sebelumnya.
Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika, mengatakan beberapa PSN yang menjadi penyebab konflik agraria di antaranya pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol, bendungan, pelabuhan, dan kereta api.
Lalu, ada juga pengadaan tanah untuk kawasan industri, pariwisata, hingga pengembangan kawasan ekonomi khusus (KEK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan begitu, konflik agraria infrastruktur akibat PSN ini mengalami lonjakan tinggi sebesar 123 persen dibandingkan tahun 2020. Dari 17 kasus menjadi 38 kasus," kata Dewi dalam diskusi daring beberapa waktu lalu.
Dewi menjelaskan, konflik agraria ini bermula dari ambisi percepatan eksekusi PSN. Pemerintah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mempercepat eksekusi tersebut namun mengabaikan hak-hak warga atas tanah.
Pertama, pemerintah mengeluarkan Perpres Nomor 109 Tahun 2020. Setelah dikeluarkannya perpres itu, banyak pembangunan yang mengatasnamakan 'kepentingan umum'.
Namun, pada kenyataannya, Dewi mengatakan banyak melihat pembangunan proyek hanya menguntungkan beberapa pihak saja dan berujung pada perampasan tanah. KPA mencatat lebih dari 200 proyek bisnis raksasa milik pengusaha "diuntungkan" proyek strategi nasional dengan dalih kepentingan umum.
Kemudian, regulasi lainnya yaitu Peraturan Menteri (permen) Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar PSN yang dikeluarkan pada September 2021.
Peraturan itu juga dimaksudkan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan keseluruhan proyek namun berujung konflik lahan.
"Sebulan setelahnya, KPA mencatat dari Oktober hingga Desember saja sudah terjadi 18 konflik seluas 2.433 ha yang disebabkan oleh proses pengadaan tanah bagi PSN," kata Dewi.
Konflik terus meningkat setelah pengesahan UU Cipta Kerja
di tahun 2020 dan beberapa peraturan turunannya. Beberapa di antaranya yaitu PP No.64/2021 tentang Bank Tanah, PP
No.19/2021 tentang Pengadaan Tanah dan PP No.42/2021 tentang PSN.
Menurutnya, tak mengherankan jika konflik agraria terus terjadi. Sebab, ambisi percepatan PSN yang abai terhadap hak warga didukung oleh regulasi-regulasi tersebut.
"Orientasi kebijakan semacam ini menunjukkan begitu besarnya kekuatan modal bekerja di sektor tersebut
untuk mempercepat pengadaan tanah," kata dia.
"Sayangnya, ketika bisnis pengusaha dijadikan alat pembangunan
untuk kepentingan umum oleh elit pemerintahan, maka konflik agraria, kriminalisasi, kerusakan
lingkungan yang berdampak pada kemiskinan masyarakat terus terjadi," imbuhnya.