Pengelola objek wisata Teras Kaca, di Pantai Nguluran, Gunungkidul, Yoyakarta pasrah wahana Ngopi in The Sky mereka disetop pemerintah daerah. Pengelola masih berkukuh wahana ngopi di ketinggian dengan ditarik crane itu aman bagi pengunjung.
"Kami terima dengan lapang dada, biarlah Ngopi in The Sky ini jadi semacam monumen di Teras Kaca," kata CEO Teras Kaca Nur Nasution saat dihubungi, Jumat (7/1).
Ia menyayangkan penghentian operasi wahana tersebut oleh Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Nur mengatakan wahana ini inovasi yang mampu mengangkat citra pariwisata Indonesia di mata dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah penutupan tempat ngopi di ketinggian hingga 30 meter ini, Nur berharap pemerintah daerah juga menertibkan wahana-wahana sejenis yang dipertanyakan keamanannya.
"Tolong ditertibkan juga wahana-wahana. Kan masih banyak wahana yang nggak ada safety-nya," katanya.
Ia menyebut wahana-wahana lain yang menggunakan kawat baja atau sling yang lebih kecil dibanding miliknya.
Ngopi in The Sky sendiri menurutnya sangat aman. Menggunakan kawat baja, daya angkut wahana ini menurutnya mencapai 64 ton.
Ia juga keberatan penggunaan istilah crane barang untuk wahananya. Menurutnya, crane yang dipakainya digital terbaru.
"Beda dengan crane yang lama," ujarnya.
Soal potensi korosi karena air laut yang terbawa angin, Nur mengatakan hal tersebut kecil kemungkinannya. Pasalnya wahana tersebut jauh dari bibir pantai. Selain it di lokasi wisata banyak pohon besar.
Nur juga mengaku rugi hingga Rp1 miliar dengan penghentian wahana tersebut. Jumlah tersebut meliputi biaya pengadaan alat hingga sewa crane.
"Mendekati Rp1 M mungkin, Kalau naik itu aja udah ratusan juta biaya keluar, karena saya mikir safety-nya," ucapnya.
Nur mengaku tak memiliki niat untuk mendirikan wahana serupa namun dengan peralatan yang memenuhi standar kelayakan. Dia lebih berencana membuat wahana model baru di Teras Kaca.
Sebelumnya diberitakan, Wahana Ngopi in The Sky di Teras Kaca, Pantai Nguluran, Gunungkidul, dihentikan Pemda DIY dengan alasan faktor keselamatan dan keamanan pengunjung.
Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji menuturkan, dari hasil pemeriksaan, crane yang digunakan pengelola adalah alat yang disewa dari luar kota. Karena itu dibutuhkan pengecekan termasuk asal-usul dan guna operasionalnya apakah masih berlaku atau tidak.
"Informasi yang kami terima, penggunaan crane itu belum ada izin, penggunaannya tidak sesuai dengan spesifikasi barang itu tentu ini juga harus ada yang menjamin keselamatannya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Rahajo mengatakan selain penggunaan alat yang tidak tepat, lokasi wahana yang berada di bibir pantai juga sangat riskan bagi keselamatan wisatawan.
Menurut dia, posisi di tepi pantai mengakibatkan tingkat korosi yang tinggi akibat angin laut yang membawa kadar garam yang tinggi. Aspek kepemilikan sertifikat CHSE pelaku wisata itu, kata dia, sangat penting untuk dikantongi lebih dahulu.
"SDM yang mengoperasionalkan harus bersertifikat juga punya lisensi khusus, dan ini semua harus dipenuhi kalau tidak ya sebaiknya dihentikan, karena kalau terjadi kecelakaan akan menimbulkan 'multiplayer effect' yang luar biasa," ujar Singgih.
(kum/sur)