Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi telah sesuai prosedur dan tidak ada unsur politis.
Hal tersebut disampaikan oleh Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri sebagai respons terhadap pernyataan Ketua DPD Golkar Bekasi Ade Puspitasari yang menilai OTT tersebut merupakan upaya pembunuhan karakter dan kental unsur politisnya.
"Kami tegaskan seluruh kegiatan tangkap tangan KPK tersebut dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku," ujarnya kepada wartawan, Sabtu (8/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penanganan perkara oleh KPK tidak pandang bulu dan tentu tidak terkait karena latar belakang sosial politik pelakunya," imbuhnya.
Ali menjelaskan, ada empat kategori yang dikatakan sebagai tertangkap tangan dalam proses hukum. Pertama, seseorang yang kedapatan sedang melakukan tindak pidana. Kedua, segera sesudah beberapa saat melakukan tindak pidana.
Ketiga, sesaat kemudian diserukan oleh khalayak. Terakhir, sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
Oleh sebab itu, KPK menilai pernyataan Ade--yang merupakan anak Rahmat Effendi--terkait proses OTT tersebut dapat memicu kesalahpahaman publik dan membuat gaduh masyarakat.
"Kami mengingatkan pihak-pihak agar tidak beropini dengan hanya berdasarkan persepsi dan asumsi yang keliru atau sengaja dibangun," tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengatakan, kegiatan OTT terhadap Rahmat Effendi telah dilakukan sesuai prosedur hukum dengan disertai dokumentasi mendetail.
"KPK juga melakukan dokumentasi secara detail baik foto maupun video dalam proses tangkap tangan tersebut yang begitu jelas dan sangat terang bahwa pihak-pihak yang terjaring dalam OTT beserta dengan barang buktinya," tuturnya.
Ali memastikan, KPK akan terus melanjutkan proses penyidikan dalam kasus dugaan suap pengadaan proyek dan lelang jabatan yang menjerat Rahmat Effendi.
Dalam waktu dekat, kata dia, tim penyidik akan segera menggandakan pemeriksaan terhadap para saksi. KPK juga mengingatkan agar para saksi dapat memenuhi panggilan agar proses hukum dapat berjalan efektif.
"Dalam proses pembuktiannya nanti, tentu Majelis Hakim yang punya kewenangan mutlak dan independen untuk memutus apakah para pihak bersalah atau tidak," pungkasnya.
Sebelumnya, Ade berkomentar soal OTT yang dilakukan KPK terhadap ayahnya itu. Dalam penggalan video yang beredar di media sosial, Ade mengatakan penangkapan ayahnya bukanlah OTT, lantaran tidak ada transaksi dan juga uang yang diamankan KPK.
Menurutnya, penangkapan sang ayah sangat bermuatan politis karena tidak memiliki unsur sebagaimana OTT pada umumnya. Ia menduga ada pihak-pihak tertentu yang sedang menargetkan Partai Golkar.
"Logikanya OTT, saya (transaksi), bang, saya serahkan (uang), saya ke gap. Ini tidak ada. Bahwa Pak Wali beserta KPK tidak membawa uang dari pendopo. Uang yang ada di KPK itu uang yang di luar, dari pihak ketiga, dari kepala dinas, dari camat. Itu pengembangan, tidak ada OTT," ujarnya dikutip, Minggu (9/1).
"Memang ini pembunuhan karakter, memang ini kuning sedang diincar. Kita tahu sama tahu siapa yang mengincar kuning," tuturnya.
KPK telah menetapkan Rahmat Effendi alias Bang Pepen bersama 8 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, serta pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.
Berdasarkan temuan awal KPK, Pepen diduga menerima uang lebih dari Rp7,1 miliar. Pepen juga disebut menerima uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan.
Atas perbuatannya itu, Pepen disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12 B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(tfq/agn)