Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta jaksa penuntut umum (JPU), melakukan banding terhadap vonis hakim yang menjatuhkan hukuman 10 bulan penjara kepada penganiaya Jurnalis Tempo di Surabaya Nurhadi, dua polisi aktif Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi.
Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengatakan putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu jauh lebih ringan dari tuntutan JPU kepada dua terdakwa, yakni seberat 1,5 tahun penjara.
"Kami dari AJI menghormati putusannya, tapi ini jauh dari tuntutan yang disampaikan jaksa apalagi dakwaan yang pertama," kata Sasmito, di PN Surabaya, Rabu (12/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis Hakim Muhammad Basir, menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Keduanya dihukum 10 bulan penjara dan membayar biaya restitusi kepada korban dan saksi.
"Karena ini putusannya di bawah 2/3, kami berharap jaksa akan melakukan banding," ujarnya.
Sasmito melanjutkan, AJI juga menyesalkan, bahwa dalam sidang putusan hakim juga tidak memerintahkan penahanan terhadap kedua terdakwa. AJI menilai hal tersebut jelas mengancam keselamatan Nurhadi.
"Karena Nurhadi selama ini mengalami trauma, ketika sudah dinyatakan di pengadilan bersalah, kami tidak mendengar perintah untuk penahanan kepada kedua anggota polisi yang aktif ini," ucapnya.
"Kami sangat berharap sebenarnya, eksekusi itu bisa dijalankan secara langsung, karena yang menjadi taruhanya adalah jurnalis Nurhadi," tambahnya.
Berikutnya, kata Sasmito, menurut catatan dan pantauan AJI Surabaya dan kuasa hukum, masih ada belasan terduga pelaku penganiaya Nurhadi lainya, mereka pun mendesak agar Polda Jatim melakukan penyelidikan lanjutan.
"Kami komunitas pers yang hadir mendesak kepada kepolsian mengusut belasan terduga pelaku yang masih belum diadili sampai sekarang," kata dia.
Senada Kuasa Hukum Nurhadi dari LBH Lentera Salawati Taher, juga menyayangkan mengapa terdakwa tak ditahan meski sudah divonis bersalah.
Hal ini, kata dia, membuat keselamatan Nurhadi terancam, sebab sebagaimana diketahui terdakwa Firman dan Purwanto masih bebas berdinas bertugas sebagai polisi aktif.
Nurhadi hingga saat ini masih dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sejak sepuluh bulan lalu.
"Tidak adanya perintah untuk ditahan, agak mencemaskan bagi Nurhadi sendjiri. Sampai sekarang Nurhadi masih dalam perlindungan LPSKDari mulai april sampai januari itu ada sekitar 10 bulan," kata Salawati.
Pantauan CNNIndonesia.com di lokasi pengadilan, sejumlah anggota AJI dan jurnalis di PN Surabaya, usai sidang, langsung mengenakan kain hitam dan dikatakan di kepala. Mereka mengatakan hal itu adalah simbol perawan dari vonis hakim yang lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Sebelumnya, dua terdakwa penganiaya Jurnalis Tempo di Surabaya Nurhadi, yakni dua polisi aktif Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi divonis sepuluh bulan penjara.
Majelis Hakim Muhammad Basir menilai kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar tindak pidana pers sebagaimana Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
"Mengadili menyatakan terdakwa Firman dan Purwanto terbukti secara sah meyakinkan melakukan tindak pidana pers secara bersama sebagaimana dakwaan pertama," kata majelis hakim, membacakan putusan, Rabu (12/1).
Tak hanya itu, terdakwa Purwanto dan Firman juga divonis membayar restitusi pada korban Nurhadi dan saksi kunci F.
"Menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama 10 bulan, menghukum terdakwa membayar restitusi kepada saksi Nurhadi Rp13.813.000 dan saksi F sebesar Rp21.850.000," ucapnya.