Puan Klaim Enggan Terobos Mekanisme, Hati-hati Bahas RUU TPKS
Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku berhati-hati dalam memproses Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) agar tak berbahaya bagi kaum perempuan.
Hal tersebut disampaikan oleh Puan saat menggelar audiensi dengan sejumlah akademisi dan aktivis perempuan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/1).
"Ini UU saya sudah baca ada 12 bab, 73 pasal, ya yang akan muncul di DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) itu harus satu-satu kita sisir. Karena apa? Kalau kemudian kita tidak hati-hati ini juga berbahaya bagi perempuan," dalihnya.
Ia pun berkata proses penyusunan sebuah regulasi harus mengikuti mekanisme yang berlaku.
"Ada apa sih? Kenapa DPR enggak mau? Kok dimundur-mundurin? Ada apa? Saya berkeyakinan bahwa satu undang-undang itu harus dilakukan sesuai mekanismenya, enggak boleh kita terobos-terobos," ujar salah satu Ketua DPP PDIP itu.
Puan pun meyakinkan RUU TPKS akan disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Selasa (18/1). Setelah disahkan, RUU TPKS akan dibahas bersama pemerintah mengenai pasal dan babnya.
Sejumlah pihak sebelumnya mempertanyakan iktikad DPR dalam menggarap RUU TPKS, yang sebelumnya berjudul RUU PKS, lantaran pembahasannya molor bertahun-tahun. Sementara, kasus-kasus kekerasan seksual terus bermunculan.
Presiden Jokowi pun berharap RUU itu segera dibahas dan disahkan agar korban kekerasan seksual mendapat perlindungan dan kepastian hukum.
Senada, Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Demokrat Achmad mengatakan pihaknya mendorong agar RUU TPKS segera disahkan.
"[RUU TPKS] ini harus segera disahkan. Ini menyangkut keselamatan dan perlindungan orang-orang di sekitar kita. Apakah itu anak, keluarga dan lainnya," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (12/1).
Ia mengaku khawatir dengan kondisi yang terjadi belakangan ini. Apalagi, pelaku kekerasan seksual itu dilakukan oleh orang terdekat korban, semisal guru, orang tua, dosen, hingga pemuka agama.
"Celakanya, pelakunya ada di sekitar kita yang sama sekali kita tidak menyangka. Ini berkaca dengan kejadian-kejadian yang terjadi ya. Ini sangat miris," ucap dia.
"Jadi ini perlindungan penuh secara hukum. Agar efek jera untuk pelaku dan perlindungan korban," imbuh legislator dapil Riau I tersebut.
Berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pemilih Partai Demokrat (53 persen menolak), bersama massa Partai Keadilan Sejahtera (PKS) (63 persen), menjadi yang paling banyak yang menentang RUU TPKS.
Terpisah, Kepala Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menilai pengesahan RUU TPKS bisa jadi solusi pembuktian kasus kejahatan seksual.
"Tentu RUU TPKS ini sangat dinantikan para korban, karena situasi kejahatan seksual sering menyembunyikan hak korban, akibat saksi adalah pelaku kejahatan seksual itu sendiri," jelasnya, Selasa (11/1).
"Sehingga korban sangat membutuhkan pembuktian yang komprehensif dan didukung dari lintas profesi di luar korban. Untuk itulah tidak mungkin aspek diluar korban ini, jika tidak dihadirkan oleh negara dalam rangka kesetaraan di mata hukum," imbuh dia.
(mts/dmr/tfq/arh)