Dedi menilai, langkah Giring yang terlalu sering mengkritik Anies juga menimbulkan kesan negatif terhadap dirinya sendiri. Sebab, cara tersebut justru menihilkan posisinya sebagai ketua umum parpol yang seharusnya berhadapan dengan presiden ataupun merespons kebijakan-kebijakan pemerintah.
"Untuk level Gubernur semestinya cukup Ketua DPW (Dewan Perwakilan Wilayah) partai. Di sini menunjukkan bahwa Giring tidak memahami kekuasaannya sendiri sebagai ketua umum parpol," tegasnya.
Pengamat politik Unpad Kunto Adi Wibowo juga menganggap gaya Anies dalam membalas kritik Giring maupun PSI menunjukkan level kematangan politik yang lebih tinggi. Hal itu juga jadi cara Anies memposisikan diri sebagai sosok politisi yang berbeda dengan Giring.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa yang dilakukan oleh Anies ini menunjukkan kualitasnya dirinya sebagai politisi. Bahwa sindiran, ejekan, tidak harus dibalas dengan sama ketusnya, tapi cukup sindiran yang halus," jelasnya.
"Pak Anies paham dengan budaya Indonesia, budaya politik yang sangat kental dengan nuansa budaya Jawa-nya. Bahwa sindiran halus tersebut lebih mengena daripada harus marah-marah," imbuh Kunto.
Kendati demikian, Kunto menampik apabila manuver politik Anies tersebut merupakan suatu yang baru dan khusus dilakukan terhadap Giring PSI.
Sebab, jika melihat rekam jejaknya, Anies memang tidak pernah secara frontal menyerang pengkritik atau lawan politiknya. Melainkan melalui sindiran-sindiran halus yang kerap disisipkan dalam pelbagai statement politiknya.
"Ini bukan perubahan pola komunikasi politik. Mungkin ini tingkat kreativitas Pak Anies menjelang 2024. Mungkin persiapan dia menjelang Pemilu 2024, sebagai taktik dan strategi politiknya begitu" pungkasnya.
(tfq/gil)