Pusat pendidikan yang menjadi tempat temuan kasus positif virus corona (Covid-19) di DKI Jakarta kembali bertambah menjadi 90 sekolah, mayoritas jenjang SMA atau sederajat.
Atas fakta itu, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengembalikan skema pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas 50 persen.
Tidak hanya pada Anies, P2G meminta kepala daerah di sekitar area aglomerasi untuk menghentikan skema PTM 100 persen. Menurut Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, langkah ini dapat mengurangi resiko kematian akibat Covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami memohon agar Pak Anies mengembalikan kepada skema PTM Terbatas 50 persen. Dengan metode belajar Blended Learning, sebagian siswa belajar dari rumah, dan sebagian dari sekolah. Metode ini cukup efektif mencegah learning loss sekaligus life loss," pinta Satriwan melalui keterangan tertulis, Rabu (26/1).
Terlebih, menurut Satriwan, para siswa dan guru di Jakarta sudah berpengalaman menggunakan skema PTM Terbatas 50 persen dengan metode blended.
"Para guru dan siswa rata-rata sudah memiliki gawai pintar bahkan laptop atau komputer, sinyal internet bagus, relatif tak ada kendala dari aspek infrastruktur digital," tambahnya.
Kondisi PTM 100 persen di tengah menghadapi gelombang ketiga Covid-19, dianggap Satriwan, secara psikologis cukup mencemaskan bagi guru dan orang tua.
Pasalnya, berdasar data yang dihimpun P2G menunjukkan beberapa sekolah di Jakarta sudah menghentikan PTM 100 persen sebanyak 2 kali, hanya dalam jarak waktu 2 minggu, karena berulang siswa dan gurunya positif Covid-19.
"Coba rasakan, bagaimana guru, siswa berinteraksi kayak sekolah normal, sebab 100 persen siswa masuk setiap hari. Sementara itu angka kasus meningkat tajam tiap hari. Ini mengganggu pikiran dan kenyamanan belajar di sekolah," ungkap Satriwan.
Lebih lanjut, ia menilai pelaksanaan skema PTM 100 persen tidak sepenuhnya aman, lancar, dan efektif. Ia mencatat bahwa masih menemukan banyak pelanggaran PTM 100 persen yang terjadi.
Mulai dari jaga jarak satu meter yang sulit dilakukan, sirkulasi udara yang buruk karena penggunaan AC, hingga siswa berkerumun sepulang sekolah, dan kantin sekolah yang buka secara diam-diam.
"Kondisi demikian akibat lemahnya pengawasan dari Satgas Covid-19 termasuk dinas terkait," tambahnya.
Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemendikbudristek, Jumeri mengatakan pihaknya masih tetap menerapkan kebijakan PTM 100 persen di daerah dengan asesmen level PPKM 1 dan 2.
Jumeri mengakui ancaman penularan Covid-19 pada anak-anak di jenjang pendidikan memang tetap ada. Namun pihaknya tetap menilai PTM sangat penting demi terhindarnya peserta didik Indonesia dari learning loss.
"PTM sangat urgen, kita sudah menutup sekolah hampir dua tahun dan selama waktu tersebut terjadi kesenjangan hasil belajar, tekanan psikologis, banyak sekolah swasta kolaps, banyak anak drop out sekolah, jadi kita mendesak untuk sesegera mungkin PTM," jelas Jumeri saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (26/1).
Jumeri menilai bahwa sejauh ini penanganan temuan kasus Covid-19 di sekolah sudah memenuhi standar dan aturan sesuai kajian epidemiologis. Dia juga kembali menegaskan bahwa PTM 100 persen hanya berlaku di daerah dengan level PPKM 1 dan 2.
Sementara daerah level PPKM 3 dan 4 bisa menerapkan PTM terbatas. Artinya sekolah dimungkinkan buka-tutup sesuai asesmen level PPKM di daerah, bukan di Kemendikbud.
"Beberapa kasus Covid-19 di sekolah sudah diambil langkah akurat sesuai SOP, jadi sejauh ini sudah baik mekanismenya," ucap Jumeri.
Lebih lanjut dia membandingkan kebijakan PTM 100 persen dengan pembukaan aktivitas di mal, restaurant, pasar, dan tempat wisata yang juga diperbolehkan. Menurutnya aktivitas di tempat-tempat tersebut juga tidak lepas dari ancaman Covid-19.
"Kita juga melihat mal, restaurant, pasar, tempat wisata sudah dibuka penuh, masa sekolah yang mempertaruhkan masa depan SDM negeri ini dibiarkan terus ditutup," kata Jumeri.
"Kita membuka PTM tapi tetap memperhatikan level dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat serta pelacakan kontak terpadu," sambung dia.
Sebelumnya beberapa temuan kasus Covid-19 ditemukan di lingkungan pendidikan. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI, jumlah kasus Covid-19 terbanyak ditemukan di jenjang SMA, dengan total 30 sekolah.
Kemudian 25 sekolah di tingkat SD, 17 sekolah di tingkat SMP, 11 sekolah di tingkat TK, 5 sekolah di tingkat SMK, dan 2 sekolah di tingkat PKBM.