Para pedagang kaki lima (PKL) Malioboro mulai boyongan atau pindah ke lokasi sentra baru di Teras Malioboro 1 dan 2, Yogyakarta, Selasa (1/2).
Kesibukan para pedagang terpantau sejak pagi. Mereka mulai mengepak dagangan untuk dibawa ke lapak baru dan mengemasi gerobak yang kini sudah tidak lagi terpakai.
Sebagian pedagang memulai lembaran baru di Teras Malioboro 1, yang dulunya merupakan Gedung Bioskop Indra dan sisanya pindah ke Teras Malioboro 2, lokasinya di bekas kantor Dinas Pariwisata DIY.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suji (59), salah seorang pedagang batik mengaku berat meninggalkan lapak di emperan toko yang selama ini ia anggap seperti rumah sendiri. Sekira 30 tahun ia menempati area di trotoar barat tepatnya seberang Kampung Ketandan.
Lihat Juga : |
"Dikasih waktu buat kemas-kemas sampai tujuh hari ke depan, tapi saya memilih sekarang saja," kata Suji ditemui sembari mengemas dagangannya, Selasa.
Meski dapat lapak baru, Suji mengaku pesimistis berdagang di Teras Malioboro 2 nanti bisa mendatangkan cuan seperti di lapak lamanya.
"Lagipula lapaknya kecil, 120 x 120 (Sentimeter), cukup berapa itu nanti (dagangannya). Harus bikin display lagi ke tukang las. Paling keluar duit lagi Rp500 ribuan," keluhnya.
Namun apa lacur, baginya kebijakan relokasi dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) dan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta sudah bulat. Menolak pun percuma bagi Suji yang tergabung ke dalam Paguyuban Tri Darma ini.
Dari seluruh barangnya yang Suji rapikan hari ini, ada gerobaknya yang tak bisa ikut diboyong. Rencana terdekatnya bakal dia loakkan ke pengepul besi bekas.
Satu kilogram logam menurutnya laku Rp3.500. Suji memperkirakan gerobaknya memiliki bobot 100 kilogram. Uang Rp350.000 hasil meloakkan bakal ia pakai sebagai modal membuat rak untuk menjajakan dagangan.
Bicara soal gerobak, terbesit di benaknya nasib para pendorong gerobak yang kini tengah di ujung tanduk menyusul kebijakan relokasi ini. Pasalnya, lapak PKL di dua sentra baru sifatnya permanen sehingga tak memerlukan antar-jemput gerobak dari gudang ke lokasi dagang.
Puluhan tahun bekerjasama, Suji jujur merasa sangat iba jika rekan-rekannya pendorong gerobak itu kehilangan mata pencahariannya kelak.
Masukan dari Pemda DIY yang menyarankan agar para pendorong gerobak dipekerjakan sebagai tenaga bantu pedagang, bagi Suji juga berat ia penuhi. Menjamin hidup dia dan keluarga di lapak baru saja baginya sudah berat.
"Karena lapak di Teras kecil nanti saya minta bantu anak-anak saya buat angkut-angkut barang dagangan. Sebenarnya mesaake (kasihan) juga sama teman-teman pendorong kalau nggak dikaryakke (dipekerjakan). Penghasilan cuma dari dorongan, sementara anak masih kecil-kecil," ucapnya.
Senada, pedagang dari kelompok Tri Darma lainnya, Amir, mengaku belum mampu memberdayakan para pendorong gerobak. Masa depan di Teras Malioboro 2 yang masih abu-abu jadi alasannya.
"Sebenarnya nggak cuma pedagang yang terimbas (relokasi), pendorong juga. Tapi ya bagaimana, kami PKL juga masih ketar-ketir di lokasi baru," ucap pedagang oleh-oleh sandang ini.
Gerobak yang ia pakai selama ini, katanya, hanya akan dibiarkan begitu saja. Tapi Amir bersedia melepas gerobaknya ke tangan lain yang membutuhkan.
"Kalau ada yang mau, monggo," ujarnya.
Amir sendiri mengaku sebagai salah satu pedagang yang mengusulkan agar relokasi diundur hingga pascalebaran tahun ini. Dia meyakini mayoritas PKL berpikiran periode liburan momen itu bisa jadi kesempatan besar terakhir meraup keuntungan maksimal.
"Di lapak baru mulai dari nol lagi kan. Wisatawan juga belum pada tahu," imbuh pria berusia 37 tahun itu.