Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, menyayangkan langkah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak ingin lagi dilibatkan dalam pertimbangan pengajuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) daerah.
"Sebenarnya tahapan pertimbangan Kemendagri ini haruslah menjadi filter untuk menutup celah-celah korupsi, sangat disayangkan jika proses filter ini justru ditiadakan," ujar Nawawi melalui keterangan tertulis, Kamis (3/2).
"Terlebih, sebelumnya, Irjen Kemendagri [Tumpak Haposan Simanjuntak] menyebut bahwa kasus eks Dirjen Kemendagri MAN [Mochamad Ardian Noervianto] adalah kasus individual. Janganlah mengusir tikus di geladak dengan membakar kapalnya," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Tito Karnavian menyurati Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta agar tidak dilibatkan lagi dalam memberikan pertimbangan terkait pengajuan dana PEN daerah.
Irjen Kemendagri, Tumpak Haposan Simanjuntak, menuturkan pertimbangan terkait dana PEN daerah tersebut sebenarnya sudah dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Ia juga menyinggung waktu tiga hari yang diberikan sebagai pertimbangan pengajuan dana PEN. Menurut Tumpak, waktu tiga hari tidak memungkinkan untuk melakukan perhitungan sejumlah aspek secara komprehensif.
Sementara itu, Nawawi mengusulkan agar Kemendagri meminta kecukupan waktu tanpa harus 'melepas diri' terkait pemberian pertimbangan dana PEN daerah.
"Mungkin sebaiknya bukan meminta tidak dilibatkan, tapi meminta kecukupan waktu untuk memberikan pertimbangan berdasarkan data yang komprehensif terkait pengajuan dana PEN," ucap Nawawi.
Sebagai informasi, anak buah Tito, Ardian Noervianto, sedang diproses hukum oleh KPK lantaran diduga menerima suap Rp1,5 miliar sebagai pemberian awal terkait pengurusan pinjaman dana PEN Daerah tahun 2021 Kabupaten Kolaka Timur.
Uang tersebut diberikan oleh Bupati Kolaka Timur nonaktif, Andi Merya Nur, karena ada persetujuan pinjaman dana PEN sebesar Rp350 miliar untuk Kolaka Timur.
Pengurusan pinjaman dana PEN ini melibatkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar, yang mempertemukan Andi Merya dengan Ardian di Kantor Kemendagri. Ardian disebut meminta kompensasi berupa uang tiga persen dari nilai pengajuan pinjaman. Dengan kata lain, ia akan menerima Rp10,5 miliar.
Andi Merya menyetujui dengan memberikan uang sebagai tahapan awal sebesar Rp2 miliar ke rekening bank milik Laode. Dari jumlah itu, Laode menerima Rp500 juta.
Ardian selaku Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020-November 2021 memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman PEN tahun 2021 dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah melalui PT SMI berupa pinjaman program dan/atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah.
Dengan tugas tersebut, Ardian mempunyai kewenangan dalam menyusun surat pertimbangan Mendagri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh Pemerintah Daerah.