Sejumlah pakar hukum pidana menyatakan pembelian saham atau penyertaan modal bisa menjadi medium dalam pemberian suap. Menurut mereka saham merupakan entitas yang memiliki nilai ekonomis.
Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul mengatakan suap bisa dilakukan dengan apa saja dan dalam bentuk apa pun, termasuk kepemilikan saham.
"Bentuk suap bisa apa saja, bisa berbentuk apa saja. Asal suatu benda yang mempunyai nilai ekonomis. Misalnya uang, deposito, asuransi, saham, lukisan, barang seni, dan lain-lain," kata Chudry dalam pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Senada dengan Chudry, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga mengatakan bahwa saham bisa menjadi salah satu bentuk suap sebab benda bergerak tersebut memiliki nilai ekonomi.
"Karena itu suap juga bisa diwujudkan dalam bentuk 'barang' yang bernilai ekonomi, termasuk saham perusahaan," kata Fickar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/2).
Menurut Fickar, suap bisa terjadi bila ada suatu bentuk pemberian yang berkaitan dengan posisi kuasa ataupun posisi ekonomi yang terafiliasi dengan suatu perusahaan negara.
"Permainan dalam perusahaan sekalipun bisa dikualifisir sebagai tindak pidana suap khususnya terutama pada pihak yang mempunyai kuasa menentukan," ujar Fickar.
Pakar hukum pidana lainnya dari UI Gandjar Laksmana menjelaskan suatu pemberian dikatakan suap jika penerima menyalahgunakan jabatannya demi mendapat keuntungan dan menambah kekayaan.
"Dan utamanya mengakibatkan pelayanan publik terganggu karena hanya yang memberilah yang dilayani. Atau ada pelanggaran terhadap prinsip pelayanan publik, kepentingan umum, dan hukum," ujar Gandjar kepada CNNIndonesia.com, Kamis (3/2).
Sebelumnya, Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun alias Ubed melaporkan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep terkait dugaan suap ke KPK.
Laporan tersebut berkaitan dengan relasi bisnis keduanya dengan sebuah perusahaan.
Terkait laporan ini, Ubed mengungkap kemungkinan pola baru suap yaitu soal kepemilikan saham atau penyertaan modal. Menurutnya, pola baru ini berbeda dengan pola suap pada umumnya dalam bentuk barang.
"Dugaan pola baru suap atau gratifikasi itu dalam bentuk pemberian kepemilikan saham dan mungkin juga dalam bentuk penyertaan modal," kata Ubed dalam pesan tertulisnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (2/2) malam.
Gibran sendiri sempat mengomentari soal tudingan kejanggalan dalam hal suntikan dana Rp71 miliar kepada bisnis es doger miliknya, Goola, dari "Venture Capital" (VC), sebagai hal biasa.
"Duite kan ra mlebu aku, duite kan mlebu perusahaan (Uangnya kan tidak masuk ke saya, masuk ke perusahaan). Opo (apa) yang salah? Ra ono enteke nek golek kesalahan (tidak ada habisnya kalau cari kesalahan)," cetus dia, 18 Januari.
"Kalau janggal, janggale opo? (Apa yang janggal?). Kalau golek-golek kesalahan nggo alat politik yo raono enteke (tidak ada habisnya)," katanya.
(blq/fra)