Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay mempertanyakan payung hukum program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yakni UU Cipta Kerja.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat.
"Masalahnya, JKP itu kan payung hukumnya adalah UU Ciptaker. Apakah sudah bisa diberlakukan? Bukankah Permenaker ini dikeluarkan setelah putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat?" tanya Saleh saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (12/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusannya terkait UU Cipta Kerja beberapa waktu lalu, MK memang menyatakan aturan ini masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu.
MK juga menyatakan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.
Kembali mengenai JKP, Saleh menilai kebijakan ini sebetulnya hanya kurang sosialisasi. Artinya, Kemnaker belum maksimal mengedukasi masyarakat terkait JKP.
"Saya melihat bahwa permenaker 2/2022 masih sangat layak untuk diperbincangkan di publik. Diskusi publik itu dimaksudkan untuk mendapatkan masukan dari masyarakat, terutama dari kalangan pekerja," ujar Saleh.
"Kalau hasil diskusi publik itu ternyata menyebut bahwa permenaker ini merugikan para pekerja, kita mendorong agar permenaker ini dicabut," lanjutnya.
Program JKP mendapat sorotan usai Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah menerbitkan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. Dalam aturan itu, dana JHT baru bisa dicairkan saat peserta menginjak usia 56 tahun.
Staf Khusus Menaker Dita Indah Sari menyebutkan bahwa JHT cair saat memasuki usia pensiun 56 tahun atau meninggal dunia, atau cacat tetap.
Sementara, peserta yang ingin mencairkan dana program saat kehilangan pekerjaan, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan menawarkan program baru, yakni melalui JKP.
(dmi/bir)