Menurut Rusin, pihak Propam masih menyelidiki kasus tersebut dan masih dalam tahap pemanggilan sejumlah anggota kepolisian.
"Belum keluar hasil, masih diproses karena belum semuanya dipanggil penyidik," kata Rusin.
Selain Rusin, pemuda setempat, Sahroji juga meminta perlindungan hukum terhadap 5 orang yang ditangkap dan kemudian dibebaskan. Mereka pun melaporkan dugaan kekerasan yang dialami Fikry dkk di area Gedung Cabang Telkom Tambelang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita laporkan arogansi kepolisian," kata Sahroji.
Sejumlah warga yang menyaksikan empat remaja itu telah dimintai keterangan. Propam juga memeriksa Kanit Reskrim Polsek Tambelang, Ipda Haryono.
Terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Endra Zulpan mengklaim Propam dan Kompolnas tidak menemukan kejanggalan serta kekerasan dalam kasus ini.
"Propam Polda Metro Jaya telah melakukan pemeriksaan dan juga penyelidikan dengan hasil tidak ditemukan dugaan salah tangkap dan rekayasa tersebut," kata Endra Zulpan beberapa hari berselang sebelum Rusin mendatangi Propam.
Terhimpit keadaan ekonomi dan nasib anaknya, Rusin memutuskan pergi ke Jakarta guna mencari bantuan. Pria paruh baya itu mengayuh sepeda bututnya selama dua hari.
Ia berangkat pagi 8 Desember 2021 lalu. Hari itu, kata Rusin, cuaca sangat panas. Tangannya kotor karena rantai sepedanya berkali-kali lepas. Sekitar pukul 13.00 WIB Rusin tiba DPR RI. Namun, petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) menahannya.
"Mau masuk enggak boleh karena memang pakaian saya dekil atau karena saya mengayuh sepeda. Tangan saya pun kotor karena rantai sepeda sering copot," ujar Rusin.
Setelah tertahan hampir tiga jam, Rusin akhirnya dipanggil salah satu staf Pimpinan Komisi III, Taufik Basari. Ia menjelaskan dugaan salah tangkap yang menimpa anaknya.
Ia juga menyerahkan berkas perkara anaknya. Pernyataannya pun direkam dalam sebuah video. Namun, kata Rusin, hingga saat ini belum ada tindakan dari Komisi III.
Esok harinya, Rusin mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Rusin membuat pengaduan dan menyerahkan sejumlah berkas kepada salah satu staf pada 8 Desember.
Rusin pun tak menyia-nyiakan waktunya selama berada di Jakarta. Dia mengunjungi kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Kini ia dibantu pengacara publik dari LBH Jakarta untuk mendampingi Fikry menjalani sidang di Pengadilan Negeri Cikarang.
Perjuangan keluarga empat remaja yang dituding melakukan begal harus ditanggung dengan biaya yang mahal. Harta terkuras. Mereka juga utang sana-sini.
Rusin mengaku sudah menjual sebagian harta bendanya. Ia juga mengutang belasan juta dengan jaminan sebuah rumah kontrakan.
"Dagangan warung saya jadi sepi, uangnya kan buat kita muter kemana-mana, enggak bisa muter buat usaha. Bengkel juga ala kadarnya aja sekarang ini," kata Rusin.
Hal serupa juga dialami keluarga lainnya. Orang tua Rizky, misalnya, yang bekerja sebagai satpam kini harus menanggung utang.
Ibu Rizky, Pustika Dewi mengaku keluarganya begitu terpukul atas tudingan begal. Ia harus mencari pinjaman uang kesana kemari. Tidak hanya itu, mereka juga menanggung malu karena identitas dan foto mereka disebarkan di media massa dan sosial sebagai pelaku begal.
"Malu banget. Kok tahu-tahu disebarin di Facebook nama anak itu berempat. Sedangkan mereka nggak ngelakuin tapi tahu-tahu liat itu sudah di Facebook, muka dia disebarin, nama dia disebarin," kata Dewi sedih dan geram.
(iam/bmw/gil)