Jakarta, CNN Indonesia --
Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Rina Mardiana mempertanyakan metode dan hasil survei persetujuan warga Wadas, Purwerejo, Jawa Tengah, terkait penambangan andesit untuk Bendungan Bener di dalam analisis dampak lingkungan (ANDAL).
Rina menyebut, survei dalam Andal tersebut berbanding terbalik dengan realitasnya. Dalam Andal disebutkan bahwa 85,5 persen warga Wadas bersedia jika lahannya digunakan untuk area penambangan andesit (Quarry area).
Padahal faktanya, kata Rina, tujuh dari 11 dusun di Wadas secara konsisten menolak penambangan tersebut. Bahkan, lanjutnya, tujuh dusun tersebut menyampaikan penolakan tersebut kepada Balai Besar Sungai Serayu Opak (BBWSSO) berkali-kali.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Persoalannya kami telusuri lagi bagaimana metode survei ini dilakukan. Karena secara konsisten 7 dusun dari 11 dusun di Desa Wadas konsisten menolak," kata Rina dalam diskusi daring, Senin (21/2).
Dalam Andal tersebut dijelaskan bawa responden yang disurvei berjumlah 200 orang. Dari jumlah itu, 100 orang berasal dari Wonosobo dan sisanya dari Purwerojo.
Di Purwerejo, Survei dilakukan terhadap dua kecamatan yakni Bener dan Kecamatan Gebang. Salah satu desa atau dusun yang disurvei di Kecamatan Bener adalah Wadas.
Rina mencurigai 85,5 persen warga yang disebut setuju di Andal itu tidak menyentuh ketujuh dusun yang menolak penambangan Andesit, melainkan dari empat dusun lainnya.
"Apakah itu dari 4 dusun? kita enggak tau juga kenapa hasilnya bisa seperti ini dan tidak ada penjelasan lebih lanjut terhadap metodologi," ucapnya.
Menurutnya, metodologi dalam survei tersebut harus jelas. Di dalam Andal, kata Rina, harusnya dirinci berapa orang yang disurvei setiap dusun tersebut. Hal itu, menurut Rina penting bagi analisis dampak lingkungan dan sosial ekonomi.
"Itu menjadi penting siapa yang ditanyai, bagaimana perspektifnya dan sejauh mana mereka setuju/tidak setuju. Itu yang membuat metode penelitian di dalam tidak valid," kata dia.
Sebelumnya, sejumlah akademisi melakukan bedah Andal terkait penambangan andesit dan Bendungan Bener. Mereka menilai ANDAL Bendungan Wadas dinilai tak valid, baik secara formil maupun materiil.
Kritik Pengadaan Tanah di Wadas
Rini juga mengkritik pengadaan tanah penambangan andesit (quarry) untuk proyek strategis nasional Bendungan Bener di Desa Wadas, Purwerejo.
Menurutnya, pengadaan tanah tersebut memakai logika terbalik. Pasalnya, dokumen Land Acquisition and Resettlement Action Plan (LARAP) atau Pengadaan Tanah dan Pemukiman Kembali lebih dulu dikeluarkan ketimbang ANDAL.
Bahkan, kata Rina, dalam Andal dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 509/41/2018 yang menetapkan Desa Wadas masuk ke dalam area penambangan batuan andesit untuk Bendungan Bener juga banyak mengutip isi dokumen LARAP.
"Saya rasa pengadaan tanah itu lah yang menjadi alasan utama lalu dilakukan kelayakan lingkungan. Bukan kelayakan lingkungan dulu baru kemudian dikaji pengadaan tanahnya bagaimana. Ini yang menurut saya terbalik," kata Rina.
"Sehingga SK gubernur 2018 itu terbit yang di dalamnya banyak mengutip dari dokumen LARAP," imbuhnya.
Rina mengaku dirinya menolak Wadas dijadikan lokasi penambangan andesit. Sebab, kajian Andal tersebut bermasalah karena tidak ada penjelasan dampak sosial, budaya, dan ekonomi.
"Persoalannya tidak ada penjelasan situasi soasial budaya ekonomi dalam analisis penetapan lokasi, selain efektifitas jarak dan cadangan," ucapnya.
Rina menjelaskan, dalam Andal disebutkan ada empat desa yang bisa dijadikan lokasi penambangan andesit. Keempat desa itu di salah satunya Gunung Wareng yang terletak di Desa Kedungloteng. Jarak lokasi tambang ke Bendungan tergolong dekat, yakni hanya 9,5 kilometer (Km).
Hanya saja, lokasi penambangan itu diestimasikan hanya memiliki cadangan 4,5 juta meter kubik batu yang dapat dipergunakan.
Kemudian, lokasi berikutnya adalah Gunung Mengger-Gunung Sipendul di Desa Guyangan. Wilayah ini tergolong cukup jauh dengan jarak 15,5 km ke arah bendungan. Estimasi cadangan batu di sana 33 juta meter kubik.
Lokasi ketiga ialah Gunung Kuning yang juga terletak di Desa Guyangan. Jaraknya ke bendungan mencapai 16 km dan diestimasikan memiliki cadangan batu 25 juta meter kubik.
Lalu lokasi eempat adalah Desa Wadas dengan jarak ke Bendungan 12,7 km dan diestimasikan memiliki cadangan batu andesit sebanyak 41 juta meter kubik. Desa ini dipilih karena memiliki jarak paling dekat dengan Wadas dengan cadangan batu yang cukup banyak.
"Tapi cadangan ini juga debatable karena kalau dihitung hitung di Desa Guyangan itu total 58 juta kubik," ujarnya.
Artinya, imbuh Rini, pemilihan lokasi Wadas itu betul-betul hanya memperhitungkan efisiensi ekonomi bukan jarak lagi.
"Tanpa memperhitungkan dampak sosial ekonomi budaya dan sistem penghidupan dan dampak lain berkaitan dengan kemanuaisanan masyarakat Desa Wadas yang notabenenya bergantung pada perekonomian," imbuhnya.
Tanah Wadas Gersang Hoaks
IPB kemudian menyebut anggapan tanah di Desa Wadas, Purworejo gersang adalah kebohongan atau hoaks.
"Saya menyatakan itu 100 persen hoaks," kata Rina.
Rina mengatakan, klaim itu sering diucapkan untuk mendukung penambangan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Padahal, kata dia, penambangan itu ditolak oleh mayoritas warga Wadas.
Rina berkata, tanah di Desa Wadas tergolong sangat subur. Berbagai tumbuhan, mulai dari padi, dan tanaman jenis empon-empon, seperti jahe, tumbuh melimpah di desa tersebut.
"Bahkan banyak yang tidak terpanen saking banyaknya," ucapnya.
Selain itu, Rina menyebut hampir semua jenis buah dapat tumbuh di Desa Wadas. Hal tersebut, kata dia, menunjukan tanah di Wadas subur dan terdapat sumber daya alam yang besar.
"Barangkali yang ngomong itu belum pernah ke sana," kata Rina.
Sebelumnya, sejumlah akademisi melakukan bedah Andal terkait penamdangan andesit dan Bendungan Bener. Mereka menilai ANDAL Bendungan Wadas dinilai tak valid, baik secara formil maupun materiil.
Di aspek formil, akademisi menemukan sejumlah kejanggalan dalam pembuatan ANDAL Bendungan Bener. Misalnya, konsultasi publik tidak dilakukan dengan mekanisme yang seharusnya dipakai dan ada klaim sepihak tentang persetujuan warga terhadap penambangan andesit.
Di aspek materiil, akademisi dan kelompok masyarakat sipil menyebut relasi sejarah warga Desa Wadas dengan lingkungannya tidak menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan ANDAL.
Dokumen ANDAL pun tida memperhatikan secara serius dampak dari penambangan andesit di Desa Wadas. Padahal ada ruang hidup perempuan dan anak-anak yang berpotensi terampas.