Mempertanyakan Maaf Belanda atas Kekerasan di Masa Revolusi 1945-1950

CNN Indonesia
Jumat, 25 Feb 2022 07:03 WIB
Beberapa sejarawan masih mempertanyakan permintaan maaf Perdana Menteri Belanda Mark Rutte soal kekerasan ekstrem yang terjadi pada Bangsa Indonesia pada 1945.
Foto: via REUTERS/NIMH

Pemerintah Indonesia diketahui hingga kini belum merespons permintaan maaf yang disampaikan Rutte. Meski demikian, beberapa sejarawan masih mempertanyakan atas permintaan maaf Rutte.

Sejarawan dari Universitas Prasetya Mulya, Hasan Wirajuda heran dengan alasan pemerintah Belanda, selaku pihak yang menginisiasi penelitian, yang membatasi masa penelitian tersebut hanya di masa revolusi antara 1945-1950.

Menurut dia, periodesasi itu sama saja pemerintah Belanda mengingkari kolonialisme yang mereka lakukan terhadap masyarakat pribumi Nusantara selama 3,5 abad sejak 1602.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mengingat kolonisasi yang panjang berarti mengingkari tanggung jawab moral politik dan hukum, ada tindakan mereka sebagai kolonial power," katanya, Selasa (23/2).

Di sisi lain, Hasan juga mempertanyakan legalitas serangan yang dilakukan Belanda pasca Indonesia telah memproklamirkan diri sebagai negara merdeka. Ia curiga, penelitian itu tak lebih jauh mengungkap legalitas kedatangan Belanda kembali ke Indonesia.

Terlebih, dalam sebuah jumpa pers pascahasil studi itu dipublikasikan, tim peneliti kata Hasan sempat mengabaikan pertanyaan seorang wartawan terkait legalitas serangan Belanda yang dibantu tentara sekutu.

"Apakah legalitas perang yang dilancarkan Belanda tidak penting? Atau karena TOR penelitian memang membatasi mereka untuk tidak meneliti isu itu," katanya.

"Berkaitan dengan legalitas apa pula dasar hukum bagi Belanda menduduki bekas jajahannya, apakah dengan Jepang menyerah kepada sekutu, lalu sekutu memberikan kepada Belanda untuk menduduki kembali dengan menggunakan kekuatan senjata," tambah Hasan.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso masygul terhadap permintaan maaf Rutte. Dia curiga, permintaan maaf itu disampaikan hanya untuk menunjukkan superioritas Belanda dalam bidang penelitian.

Sebab, kata dia, permintaan maaf itu mestinya bisa disampaikan tanpa didahului dengan penelitian yang dilakukan selama empat tahun tersebut.

Menurut Bondan, permintaan maaf pemerintah Belanda harus dimaknai sebagai moral dan etika dalam berbangsa dan bernegara, alih-alih dilihat dari sudut pandang akademik.

"Belanda membawanya sedemikian ruwet. Jadi seolah-olah harus dibuktikan melalui penelitian," katanya.

(thr/isn)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER