Pihak Keraton Yogyakarta menyebut aturan penggunaan kamera beserta tarifnya sudah menjadi bagian dari regulasi kunjungan di destinasi wisata Taman Sari.
"Pertama saya mohon maaf kalau ada pihak pengunjung kurang nyaman, tapi ada hal-hal yang perlu klarifikasi bahwa dari awal sudah ada tertera di situ bahwa menggunakan kamera profesional untuk foto sesi apapun itu maka ada biaya tertentu," kata Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya GKR Bendara dalam jumpa pers secara daring, Senin (14/3) malam.
Kawedanan Hageng Punakawan Nityabudaya adalah departemen dari Keraton Yogyakarta yang mengurusi bidang upacara adat, perpustakaan, sastra, museum, dan pariwisata. Taman Sari merupakan obyek wisata yang dikelola pihak keraton.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bendara melanjutkan, sudah jadi prosedur standar bagi petugas Taman Sari menanyakan perihal kamera bawaan pengunjung. Pada bagian pintu masuk pun, kata dia, sudah terpampang jelas daftar tarif tiket kunjungan reguler, sesi foto, prewedding, dan foto produk. Harganya berbeda untuk kategori domestik dan internasional.
"Jadi lokasi-lokasi wisata lain juga banyak yang menggunakan ketentuan sama. Jadi, kamera profesional ada biaya tertentu," tutur Bendara.
Lagi pula, bagi Bendara, tarif yang dikenakannya ini masih tergolong rendah. Objek wisata cagar budaya lain, seperti Candi Prambanan misalnya, kata dia bisa selisih Rp50 ribu lebih mahal.
Bendara tak memungkiri, pihaknya turut mengenakan tarif kepada siapa pun yang membawa kamera DSLR ke dalam lokasi Taman Sari. Meski tujuannya non komersil sekalipun, karena pemakaiannya dianggap masuk ke kategori foto sesi.
"Contohnya, ibu-ibu arisan atau wisata itu membawa fotografer profesional untuk masuk ke objek wisata. Itu nanti masuknya ke kategori itu (sesi foto). Walaupun itu nanti fotonya tidak diperjualbelikan tapi itu masuk dalam foto sesi," kata Putri Bungsu Sri Sultan HB X itu.
Regulasi pukul rata ini, kata Bendara, dibuat demi mengantisipasi akal-akalan wisatawan. Sepenuturan dia, tak sedikit yang mengklaim fotografer profesional sewaan sebagai anggota keluarga di depan petugas Taman Sari.
"Sekarang ini banyak juga wisatawan yang bilang 'oh iya ini keluarga saya'. Ternyata dia di-hire secara profesional untuk memotret keluarga tersebut. Jujur atau tidaknya itu sulit diukur. Tapi kejadian ini banyak. Untuk menghindari bayar Rp250 ribu ini (diaku) keluarga. Sehingga kami menstandarisasi bila kamera itu DSLR maka masuk ke dalam kamera profesional dan foto sesi," imbuhnya.
Namun, kata Bendara, pihaknya tetap akan meninjau ulang aturan ini. Khususnya terkait standarisasi fotografer profesional dan pengunjung biasa berdasarkan kamera yang dipakainya.
"Ada fotografer tidak profesional tapi menggunakan kamera yang secara kasat mata terlihat canggih. Ada juga fotografer profesional menggunakan handphone. Ini hal-hal yang perlu kita review. Tapi, (aturan) yang sudah terpasang sampai hari ini bahwa kamera profesional itu bentuknya dengan lensa-lensa profesional untuk kebutuhan fotografi yang lebih bagus daripada handphone," papar Bendara.
Lihat Juga : |
Kepala Unit Pariwisata Taman Sari, RM Bambang Prastari di satu sisi juga menyarankan agar pengunjung yang hendak melakukan sesi foto, atau syuting produk maupun prewedding secara terkonsep agar mengajukan izin terlebih dahulu ke keraton. Di luar itu bisa melalui pengelola wisata.
"Tanpa izin dari keraton, kita tidak akan menerima apa pun itu kecuali foto prewedding yang bisa on site sama foto-foto yang tidak menyebabkan copyright. Karena Tamansari merupakan salah satu karya intelektual maka copyright kita utamakan," katanya.
Sebelumnya, keluhan warganet yang mengaku wisatawan pengunjung Taman Sari viral di media sosial. Dia menyayangkan aturan bayar Rp250 ribu yang dikenakan kepadanya hanya karena ia menenteng kamera profesional.
(kum/kid)