Ragam Cara Anak Bupati Langkat Siksa Penghuni Kerangkeng Versi LPSK
Anak dari Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin, Dewa Perangin-angin (DW), disebut menggunakan alat kejut listrik hingga tetesan plastik saat menyiksa penghuni kerangkeng manusia di rumah orang tuanya itu.
Dalam laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang dikutip CNNIndonesia.com, Rabu (16/3), Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi mengungkapkan bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan Dewa di antaranya meneteskan plastik panas, memukul menggunakan selang, menyundut kemaluan korban dengan rokok;
Memukul jari kaki kanan kiri dengan batu, melepas kuku kaki dengan palu, memukul jari kaki sampai terbelah memakai palu. Akibatnya, tiga korban mengalami jari tangan terputus.
"Kekerasan itu dilakukan di dalam kerangkeng dan di luar kerangkeng diantaranya di Gudang Cacing, Perkebunan Sawit, Pabrik Sawit serta kolam," kata Edwin dalam laporan LPSK yang dikutip, Rabu (16/3).
Adapun alat yang digunakan Dewa beragam. LPSK sedikitnya menemukan 11 alat, mulai dari selang hingga plastik yang dilelehkan.
"Alat penyiksaan itu di antaranya selang kompresor, kunci inggris, batu besar, rokok, palu, tetesan/lelehan plastik, double stick, alat kejut/setrum listrik, kursi kayu panjang kaki besi, tojok sawit, dan besi panas logam," ungkapnya.
Sejak temuan kerangkeng manusia di area rumah Terbit Perangin-Angin itu, LPSK menuturkan para korban hingga keluarganya diketahui mengalami trauma akibat pengalaman buruk berhubungan dengan Terbit Perangin-Angin.
Selain itu, lanjut LPSK, mereka juga memiliki kepercayaan yang rendah jika polisi akan menindak tegas para pelaku.
Hingga kini para pelaku masih bebas berkeliaran dan masih dirasa sebagai ancaman bagi korban dan keluarganya. Sebagian korban dan keluarganya pun memilih aksi "tutup mulut" atau menghindar dari proses hukum.
LPSK menilai keberadaan kerangkeng yang sudah cukup lama itu akibat adanya pembiaran dari aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan pihak terkait lainnya di wilayah Kabupaten Langkat. Bahkan, oknum aparat hukum turut merekomendasikan dan memasukkan korban ke dalam kerangkeng manusia
(lna/arh)