Kendati demikian, Dedi menilai, kans penundaan Pemilu 2024 tidak sepenuhnya hilang. Mengingat situasi politik cenderung dinamis dan memungkinkan adanya perubahan.
Apalagi pada pemerintahan Jokowi yang kedua ini, partai koalisi sangat mendominasi ruang kekuasaan. Karenanya, ia menila peluang amandemen UUD 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden masih tetap ada.
"Celah tetap ada mengingat pemerintahan kali ini mendominasi ruang kekuasaan. Tetapi jika tidak mendapat restu dari Parpol dominan, terutama PDIP dan Gerindra, tidak akan terjadi penundaan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya saja, Dedi menilai, ongkos untuk mendukung wacana penundaan pemilu terlampau besar bagi kedua Parpol tersebut. Gerindra menurutnya, dapat kehilangan momentum untuk mengusung Prabowo sebagai Capres apabila Pemilu 2024 harus diundur selama 2 tahun.
"Jadi memang sudah kehabisan jalan untuk meneruskan wacana," jelasnya.
Pendapat serupa juga disampaikan Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Jati. Wasis menilai, meskipun pelbagai argumentasi penundaan pemilu telah terbantahkan, wacana tersebut masih akan tetap berkembang.
Lihat Juga : |
Sebab, belum ada komitmen politik secara konkret dari Parpol untuk benar-benar tidak melakukan amandemen UUD 1945 untuk isu perpanjangan masa jabatan presiden.
"Meskipun berbagai argumentasi telah membantah wacana penundaan pemilu, saya pikir wacana tersebut akan tetap berkembang. Salah satu celahnya adalah proposal amandemen ke V UUD 45," tuturnya.
Menurutnya, situasi yang terjadi saat ini hanyalah siasat dari para inisiator sambil menunggu gejolak politik sedikit mereda di publik usai melempar isu panas tersebut.
Karenanya ia menilai, satu-satunya jalan yang bisa dilakukan masyarakat adalah dengan terus menyuarakan penolakan terhadap wacana penundaan pemilu.
"Terlebih lagi dinamika isu yang berkembang terkadang membuat publik alpa terhadap penundaan pemilu tersebut," pungkasnya.