Kejaksaan Agung menetapkan mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwa Taspen (Taspen Life) berinisial MS sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi di perusahaan tersebut pada periode 2017 hingga 2020.
Selain MS, Jaksa juga menjerat Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya berinisial HS sebagai tersangka pada Selasa (29/3).
"Dalam tindak pidana korupsi, ditetapkan dua orang tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Selasa (29/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketut menjelaskan bahwa kedua tersangka langsung ditahan oleh penyidik Kejaksaan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari pertama.
Penahanan itu, kata dia, akan terhitung sejak 29 Maret hingga 17 April 2022. Ia merincikan, keduanya ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRIN-12/F.2/Fd.2/03/2022 dan Nomor: PRIN-13/F.2/Fd.2/03/2022.
"Untuk mempercepat proses penyidikan, terhadap dua tersangka dilakukan penahanan," jelas dia.
Dalam kasus ini, PT Asuransi Jiwa Taspen diduga melakukan penempatan investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk kontrak pengelolaan dana di PT Emco Asset Manajemen selaku manajer investasi.
Penempatan investasi itu berupa medium term note (MTN) atau surat utang jangka menengah PT Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM). Di mana, kata dia, sejak awal diketahui bahwa perusahaan itu tidak mendapat peringkat atau investment grade.
Seiring kasus berjalan, pencairan surat utang tersebut tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan dalam penerbitannya. Uang, kata dia, mengalir dan didistribusikan langsung ke perusahaan grup PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak lain.
"Sehingga gagal bayar," ucap dia.
Walhasil, perusahaan pengelola asuransi pelat merah itu menyamarkan laporan keuangan sehingga seolah-olah gagal bayar telah dilunasi.
Disebutkan bahwa perusahaan membuat seolah tanah jaminan yang terletak di Solo telah terjual. Padahal, uang pembelian tanah itu berasal dari keuangan PT Asuransi Jiwa Taspen yang dilabeli sebagai transaksi investasi berupa reksa dana.
Dalam kasus ini, jaksa menyebut bahwa tersangka MS sebagai Dirut di perusahaan itu menyetujui investasi tanpa memperhatikan rekomendasi hasil analisis.
Ia disebut menandatangani lembar pengantar transaksi instruksi, pemindahbukuan dan cek terkait investasi tersebut pada 2017 lalu.
"Menginisiasi penyelesaian Jaminan MTN Prioritas Finance 2017 melalui skema investasi pada Reksa Dana Minna Padi Pasopati, Reksa Dana Syariah Minna Padi Indraprastha, reksadana PNM Saham Unggulan dan Reksa Dana Insight Bhineka Balance Fund," ucap Ketut.
Sementara, tersangka HS diduga jaksa merekayasa laporan keuangan PT PRM sehingga terlihat seolah-olah membiayai piutang perusahaan anak miliknya. Ia pun diduga memberi cek kosong sebagai jaminan buyback MTN jika instrumen investasi itu tak kunjung ditingkatkan.
"Mengatur serta menentukan penggunaan dana pencairan MTN di luar tujuan diterbitkan MTN yakni untuk kepentingan pribadi dan Group PT Sekar Wijaya," jelasnya.
Terpisah, kuasa hukum MS Handika Honggowongso mengatakan bahwa kliennya heran lantaran ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Ia pun bertanya terkait alat bukti yang dimiliki oleh penyidik hingga dapat menetapkan MS sebagai tersangka dalam melakukan penahanan.
"Apakah jika investasi anak usaha BUMN yang tidak mendapat fasilitas atau penugasan dari negara, tidak mendapat modal investasi dari induk di BUMN atau APBN itu rugi merupakan kerugian negara," ucap Handika kepada wartawan.
Menurutnya, MS akan mengikuti proses hukum tersebut sebaik-baiknya. Ia meminta agar kliennya diproses secara adil.
"Ke depan kami akan fokus mendampingi seraya berharap agar penyidik menghormati hak-hak tersangka, terlebih usianya sudah sepuh," tambah dia.
(mjo/isn)