ANALISIS

Perubahan Jokowi soal 3 Periode dan Makna Ganda Taat Konstitusi

CNN Indonesia
Kamis, 31 Mar 2022 16:08 WIB
Presiden Jokowi dinilai makin melunak soal wacana perpanjangan masa jabatan. (Foto: ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)
Jakarta, CNN Indonesia --

Perubahan pernyataan Presiden Joko Widodo dinilai kian permisif terhadap wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Buktinya, ada perubahan bobot pernyataan terkait usulan itu.

Pada Desember 2019, Jokowi menilai pihak yang mendorong wacana perpanjangan masa jabatan presiden sebagai bentuk tamparan kepada dirinya.

"Ada yang ngomong presiden dipilih tiga periode. Itu ada tiga [maknanya] menurut saya: Satu, ingin menampar muka saya; yang kedua, ingin cari muka, padahal saya sudah punya muka; yang ketiga, ingin menjerumuskan," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, 2 Desember 2019.

Maret 2021, Jokowi, merespons mantan Ketua MPR Amien Rais yang menyebut ada rencana besar dari Istana untuk memperpanjang masa jabatan Presiden, menegaskan dirinya tak berminat untuk menambah masa berkuasa.

Setahun kemudian, isu tersebut kembali muncul dalam bentuk wacana penundaan Pemilu 2024 yang didorong oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan (masa jabatan presiden), menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas saja berpendapat," kata Jokowi, dikutip dari Harian Kompas.

"Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan, semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," lanjutnya.

Perubahan respons tersebut kian tercermin saat dalam pernyataan Jokowi soal teriakan sejumlah warga Jawa Tengah yang menginginkannya memimpin tiga periode, Rabu (30/3).

"Yang namanya keinginan masyarakat, yang namanya teriakan-teriakan seperti itu kan sudah sering saya dengar. Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi," kata Jokowi melalui keterangan tertulis Sekretariat Presiden, Rabu (30/3).

Sejumlah anggota kabinet pun turut menyuarakan dukungan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan itu, seperti Menko Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, menyatakan perubahan pernyataan Jokowi ini multitafsir serta membuat bingung masyarakat.

Menurutnya, pernyataan taat pada konstitusi bisa berarti dua hal; taat pada konstitusi yang berlaku saat ini atau taat pada konstitusi usai diamendemen nanti.

Infografis Pro Kontra Tunda Pemilu di Parlemen. (Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi)

"Multitafsir bikin orang bingung. Kalau dulu kan enak, kalau ada orang bicara tiga periode pasti marah, dibilang inkonstitusional, cari muka, dan lain-lain," kata Adi saat berbincang dengan CNNIndonesia.com, Kamis (31/3).

"Taat konstitusi itu artinya banyak, kalau taat sekarang semestinya enggak mau, tapi kalau sudah diamendemen ya juga harus taat, artinya bisa setuju tiga periode," jelasnya.

Adi berkata ketidaktegasan Jokowi juga terlihat dari sikapnya yang tidak menegur orang-orang yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan presiden. Jokowi, kata dia, seharusnya menegur, memecat, atau mengurangi jatah kursi menteri orang-orang yang telah mengusulkan itu.

"Yang kacau itu, orang yang usul tiga periode itu enggak diapa-apain sama presiden. Berhentikan saja mereka, tegur, pecat. Kalau mereka ada di koalisi pemerintah, kurangi menterinya sebagai bentuk hukuman. Ada kesan pembiaran," tuturnya.

"Bahkan, Menteri Investasi seharusnya malu, itu investor IKN satu per satu angkat kaki, dia masih omong penundaan pemilu dan tiga periode. Semestinya, omong saja investasi, jangan omong politik," ujar Adi.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Diduga Kehendak Yang Bersangkutan


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :