DPR dan pemerintah menyepakati penambahan lima ayat dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang akan mengatur soal kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE).
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS DPR, Willy Aditya mengatakan, kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) masuk menjadi satu dari sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur RUU TPKS.
Kekerasan seksual elektronik terdiri dari lima ayat dalam pasal 14.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada Pasal 14, ada banyak ayat, ada lima ayat yang kita tambahin. Ini tentu sebuah progres yang progresif untuk kemudian bisa kita tampung," kata Willy kepada wartawan di kompleks parlemen, Rabu (6/4).
Dalam pasal itu, dia menjelaskan, misalnya diatur pihak yang merekam, menguntit, mengambil gambar, dan menyebarluaskannya dalam bentuk gambar pornografi bisa dipenjara empat tahun, dan denda maksimal hingga Rp200-300 juta jika dimaksudnya untuk memeras.
Selain mengatur KSBE, kata Willy, RUU TPKS juga mengatur soal bantuan restitusi kepada korban (victim trust fund). Restitusi dibebankan kepada pelaku kekerasan seksual. Namun, negara bisa hadir jika pelaku tak sanggup untuk membayarnya.
"Ketika si pelaku tidak mencukupi asetnya, uangnya untuk melakukan restitusi maka kemudian negara hadir dengan kompensasi," ucap Willy.
DPR dan pemerintah diketahui telah merampungkan pembahasan daftar inventarisir masalah (DIM) RUU TPKS. Rencananya, RUU TPKS akan disahkan dalam pengambilan keputusan tingkat satu di Pleno Baleg DPR, Rabu (6/4) hari ini.
Menurut Willy, nantinya RUU tersebut ditargetkan agar disahkan di sidang Paripurna penutupan masa sidang dua 2022 pertengahan April mendatang.
"Saya udah bersurat ke pimpinan mengagendakan kalau bisa diparipurnakan penutupan, ini kan 14 April. Kalau bisa 14 April kalau ada paripurna sebelum itu bagus," katanya.