Anggota Badan Legislasi (Baleg) Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Al Muzammil Yusuf, menyatakan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) berbahaya bila revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak segera disahkan.
"Tanpa itu (RKUHP), RUU TPKS dapat bermakna yang membahayakan," kata Al Muzammil saat menyampaikan interupsi di Rapat Paripurna DPR, Selasa (12/4).
Ia menerangkan, RKUHP merupakan rancangan regulasi yang lengkap karena sudah mengatur persoalan kesusilaan, seperti terkait dengan seks bebas atau zina, kekerasan seksual, hingga penyimpangan seksual.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, dia meminta pembahasan RKUHP segera dilanjutkan setelah mandek pada 2019 silam.
"Pimpinan yang sangat saya muliakan, era pimpinan ambilah kesempatan ini, tonggak kedaulatan bangsa, untuk mengembalikan hukum bangsa Indonesia sesuai dengan Pancasila, UUD [1945], dan norma yang hidup di masyarakat," ucapnya.
Lihat Juga : |
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Hiariej atau Eddy menegaskan pemerintah akan memasukkan pasal terkait aborsi dan pemerkosaan ke dalam RKUHP.
"Kita kemudian menyempurnakan rumusan mengenai aborsi dan pemerkosaan dalam RUU KUHP itu," ujar Eddy pada wartawan di Komplek Parlemen Senayan, Selasa (12/4).
Nantinya, Eddy mengungkap akan menambahkan beberapa pasal termasuk pasal yang dianggap krusial termasuk pemerkosaan dan aborsi.
"[RKUHP] ini bersifat carry over maka kita akui bersama bahwa ada beberapa kekurangan jadi pasti akan ada 1 atau 2 pembahasan termasuk terhadap pasal-pasal yang krusial, termasuk juga terhadap pemerkosaan," papar Eddy.
Pemerintah bersikukuh memasukkan pemerkosaan dan aborsi ke dalam RKUHP agar dapat mempermudah pembuktian tindak pidana tersebut.
"Itu juga menyesuaikan supaya berbagai modus operandi bentuk kekerasan seksual apapun bisa ditanggulangi dengan sarana hukum yang ada," tegas Eddy.
Lebih jauh, ia mengakui ada beberapa kekurangan dalam naskah RKUHP yang sudah selesai dibahas dan disahkan di tingkat I. Oleh sebab itu, meski sudah selesai, pemerintah baru menjadwalkan pengesahan UU itu pada Juni nanti.
"Kita sudah mendapat surat dari Komisi III ya, dan itu kita agendakan pada bulan Juni. jadi masuk pada persidangan yang berikutnya," ucapnya.