Catatan Penting dari LSM, Menteri hingga Polisi untuk UU TPKS

CNN Indonesia
Rabu, 13 Apr 2022 15:54 WIB
Sejumlah LSM, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) hingga polisi merespons UU TPKS yang disahkan oleh DPR RI.
Ilustrasi kekerasan seksual pada perempuan. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Usman menyebut pengesahan UU TPKS merupakan momen bersejarah. Selama satu dekade, kata Usman, organisasi pembela hak perempuan, penyintas kekkerasan seksual, dan keluarga korban, begitu gigih menyuarakan pemtingnya UU ini.

Sebagai informasi, embrio UU TPKS kali pertama digagas pada 2012 oleh Komnas Perempuan. Pada 2016, Komnas Perempuan bersama LBH APIK dan Forum Pengada Layanan (FPL) menyelesaikan rancangan UU tersebut dan mulai dibahas di DPR.

Namun, pembahasannya sempat terhalang karena pihak oposisi yang menyebut RUU tersebut pro perzinahan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terkait hal itu, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan, Jaleswari Pramodhawardani mengatakan UU TPKS disahkan berkat kolaborasi seluruh elemen bangsa yang berikhtiar membawa Indonesia keluar dari kedaruratan kekerasan seksual.

Jaleswari mengatakan bahwa proses pembentukan UU TPKS menjadi model terobosan dalam penyusunan produk hukum yang progresif dan non-partisan.

"Model pelibatan berbagai pemangku kepentingan dan koordinasi intensif dengan DPR yang didorong oleh Gugus Tugas adalah best practice yang dapat diterapkan untuk proses pembentukan produk hukum lainnya," ujar Jaleswari lewat keterangan tertulis, Rabu (13/4).

KPPPA Segera Susun Aturan UU TPKS

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Anak Bintang Puspayoga menegaskan akan segera mentusun peraturan turunan dari UU TPKS sesuai mekanisme yang berlaku.

"Pemerintah khususnya kami KPPPA siapa melaksanakan UU ini dengan sebaik baiknya mengingat UU ini sangat komperhensif," kata Bintang dalam diskusi daring, Rabu (13/4).

"Prioritas yang akan kami lakukan adalah akan segera menyusun peraturan pelaksanaan undang undang ini sesuai mekanisme yang berlaku," imbuhnya.

Selain itu, ia juga mengaku pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebab, ia menilai UU ini sangat lah penting.

Apa lagi, kata dia tingkat kekerasan seksual masih tinggi. Berdasarkan catatan KPPPA, 1 dari 19 perempuan berusia 15-64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan seksual pada 2021.

Selain itu, berdasarkan survei nasional pengalama hidup anak dan remaja tahun 2021, 4 dari 100 laki laki usia 13-17 tahun di perkotaan juga pernah mendapatkan kekerasan seksual.

"Dan 8 dari 100 perempuan usia 13-17 di perkotaan pernah mengalami kekerasan seksual di perkotaan," ujarnya.

Terkait itu, ia berkata, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan kemeneterian dan lembaga terkait serta pemerintah daerah untuk memastikan UU tersebut berjalan baik.

"Kemudian melakukan sosialisiaoi uu ini. berkoordinasi dengan K/L, Pemprov, Pemda, Pemkab, Pemkot untuk memastikan aspek pencegahan dan penyelenggaraan pelayanan terpadu," ucap dia.

Bintang juga menegaskan akan menggaet Kementerian Keungan (Kemenkeu) untuk membahas bantuan terhadap korban kekerasan seksual. Namun, Bintang tak menjelaskan secara rinci apakah pembahasan itu juga di dalamnya akan membahas restitusi korban.

"[KPPPA akan] berkoordinasi dengan kemenkeu terkait dana bantuan korban," kata Bintang.

Selain dengan Kemenkeu, pihaknya juga mengaku akan berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham) untuk pendidikan aparat hukum dan pendamping korban kekerasan seksual.

"Dan [berkoordinasi dengan] Kemenkumham terkait pendidikan dan pelatihan aparat hukum dan pendamping," ucap dia.

Polisi Siap Jerat Pelaku Kekerasan Seksual

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa aturan itu diharapkan dapat memperkuat Korps Bhayangkara untuk menjerat siapa pun yang terbukti melakukan kejahatan seksual.

"Dengan adanya UU TPKS diharapkan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dapat menjerat siapa saja yang terbukti melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam UU tersebut," kata Dedi saat dihubungi, Rabu (13/4).

Ia mengatakan bahwa upaya penegakkan hukum menjadi penting untuk memberikan efek jera bagi pelaku. Selain itu, kata dia, Polri juga dapat berperan lebih lagi untuk memitigasi kekerasan seksual terhadap korban melalui penerbitan UU tersebut kelak.

Dedi pun menjelaskan bahwa pihaknya tengah menggodok usulan pembentukan Direktorat Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) di tingkat Bareskrim. Nantinya, unit kerja itu akan dipimpin oleh jabatan perwira tinggi (Pati) Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal.

Saat ini, unit kerja PPA di tingkat Mabes Polri masih berada di bawah Subdirektorat.

"Sudah disiapkan ajuan atau usulannya. Karena akan dibahas bersama Kemenpan, Kumham dan Setneg," jelas Dedi.

(iam/lna/tfq/cfd/dal/yul/mjo)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER