Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Direktorat Jenderal P2P Kemenkes Prima Yosephine mengakui capaian imunisasi dasar lengkap turun selama pandemi Covid-19.
Kondisi itu dikhawatirkan dapat menimbulkan KLB dari Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).
Prima menyebut untuk imunisasi dasar lengkap misalnya, dari target sebesar 93,6 persen pada 2021, Kemenkes melaporkan capaian imunisasi hanya 84,2 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara capaian imunisasi campak rubella untuk balita di bawah dua tahun juga menurun, hanya 58,5 persen.
"Jadi imunisasi rutin kita itu turun dengan cukup signifikan. Padahal kami selalu menyampaikan bagaimana kita harus tetap melaksanakan imunisasi meskipun kita masih dalam kondisi pandemi Covid-19," kata Prima.
Prima juga mencatat, sebanyak 1.714.471 anak di Indonesia belum menerima imunisasi dasar lengkap selama 2019-2021. Mayoritas tersebar di Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Barat.
Menurutnya, ada sejumlah tantangan dalam menjalankan program imunisasi di Indonesia. Pertama, masih terdapat daerah kantong yang memiliki capaian imunisasi rendah dan berisiko tinggi KLB, terutama di luar Jawa.
Kedua, kurangnya dukungan pemerintah daerah terutama dalam operasional program imunisasi. Ketiga, masih terdapat golongan antivaksin yang menolak imunisasi karena isu halal dan haram hingga ketakutan berlebihan akan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
Keempat, manajemen penyimpanan vaksin di beberapa faskes, terutama swasta masih belum sesuai SOP. Dan kelima, kapasitas jumlah dan mutasi SDM pelaksana imunisasi masih menjadi masalah yang perlu ditingkatkan.
Prima mengingatkan imunisasi merupakan intervensi yang efektif. Karena 2 sampai 3 juta kematian global dapat dicegah setiap tahunnya dengan imunisasi, selain itu 26 penyakit dapat dicegah dengan imunisasi.
"Ini yang harus kita naikkan untuk bisa mencegah KLB. Kita harus melakukan intervensi dengan memberikan imunisasi rutin di daerah ini," ujarnya.
Prima kemudian mengungkap strategi capaian imunisasi agar kondisi buruk KLB tidak terjadi di Indonesia. Pertama, ia meminta Puskesmas untuk melakukan aksi jemput bola dengan mengadakan imunisasi di kompleks warga.
Dengan kondisi itu, ia berharap warga yang 'lupa' atau bahkan khawatir membawa anaknya ke faskes karena masih terganjal kondisi pandemi Covid-19 dapat melaksanakan imunisasi di area terdekat yang dirasa lebih aman.
"Jadi teman-teman Puskesmas melakukan jemput bola, mendatangi daerah atau mungkin bisa stay di sekolah," kata Prima.
Kedua, kata Prima, Kemenkes akan menggencarkan pelaksanaan BIAS maupun imunisasi rutin di sekolah. Caranya, para siswa akan dipanggil ke sekolah secara bergiliran berdasarkan nomor absen. Sehingga setiap sesi pelayanan imunisasi tetap dibatasi dan menjaga jarak, seperti hanya lima anak saja tiap kloter.
Ketiga, Prima mengatakan pihaknya sudah menginstruksikan agar Puskesmas mampu melakukan strategi Puskesmas keliling guna menarik animo masyarakat terkait kewajiban mereka dalam melakukan vaksinasi terhadap anak.
![]() Pelaksanaan imunisasi dasar lengkap di Puskesmas Kecamatan Cilandak jelang pekan imunisasi dunia 2022 |
Pemerintah diketahui telah memberikan lampu hijau program vaksinasi Covid-19 bagi anak usia 6 tahun ke atas. Sementara anak usia di bawah 6 tahun masih belum bisa mengakses vaksin Covid-19, sehingga diharapkan imunisasi dasar dan lanjutan mampu memberikan benteng pertahanan terhadap paparan Covid-19.
Prima menambahkan saat ini pihaknya juga tengah mengajukan vaksinasi Covid-19 anak di bawah 6 tahun kepada Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI), yang kemudian akan dianalisis dan juga menunggu data secara global. Apabila sudah disetujui, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) akan mengeluarkan izin.
"Sabar menunggu ya, karena memang kita hanya memberikan vaksin Covid-19 adalah vaksin yang keluar rekomendasi dari ITAGI dan sudah memiliki izin pemakaian dalam masa emergency atau EUA yang dikeluarkan oleh BPOM," ujar Prima.
Menyoal keterpaparan anak terhadap Covid-19, data Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 per 15 April 2022 mencatat setidaknya 1,2 persen anak berusia di bawah 18 tahun di Indonesia meninggal akibat terinfeksi virus corona atau sekitar 1.869 anak Indonesia.
Rinciannya 0,6 persen datang dari usia 0-5 tahun dan 0,6 persen lainnya datang dari usia 5-18 tahun.
Hal itu menunjukkan bahwa angka kematian Balita terpapar Covid-19 lebih tinggi dari anak usia lain. Sebab, apabila dibandingkan dari data kedua kelompok yang terpapar Covid-19, jumlahnya lebih besar terjadi pada anak usia 5-18 tahun.
Sebanyak 3 persen atau 181.159 balita terpapar Covid-19 pada usia 0-5 tahun. Sementara untuk usia 5-18 tahun, Satgas mencatat 10,14 persen atau sekitar 612.320 anak positif Covid-19.
Artinya, kasus Covid-19 Balita yang hanya 29,6 persen dari kasus usia 5-18 tahun ternyata menghasilkan jumlah kematian yang nyaris sama.
(khaira ummah junaedi putri/fra)